Skip to main content

Mede Keju, Edamame dan Almond Madu

Nailah sayang...

Lagi apa kamu, Nak? Whenever you read this post, I just want to tell that I love you full :-*
Meski Bunda stres abis pulang dari RS barusan. Iya stres, udah tau kah kamu artinya?

Well, untuk kedua kalinya, Bunda kembali berurusan dg masalah kenaikan BB anak yg tidak signifikan. Masalah yg sama dg waktu Abang Gaza bayi. Masa sih udah sebulan kamu cuma naik 0,6kg? Yg bener ajaaa darling... Untung DSA nya kali ini gak julid. Gak menatap tajam sama emaknya seolah mo bilang, "anaknya kurus, emaknya gendut" atau nyuruh tandem sufor. Dududuhh, bukannya Bunda pelit ya, Nak. Tapi insyaaAllah kita masih bs berjuang di ranah ASI (tuh makanya kl malem dibangunin trus dikasi ASI itu jgn nolak kaya yg lagi diet!)

Btw ya, gara-gara urusan BB, panjang jadinya daftar makanan yg harus dikonsumsi. Mulai dari daun pepaya, kacang-kacangan sama apa lagi lah tadi ya, lupa bunda. Jadi, kapan laah Bunda kembali kurus?

Kacang-kacangan sama sayur hijau khususnya daun pepaya kan ga bikin gendut, Bun?

Good, totally right!
Tapi apa kamu pikir enak makan daun pepaya tanpa sambel dan nasi anget? Trus tambahin ikan asin. Itu tuh surga dunia, cinta! Lalu si kacang-kacangan... Yang ada di benak Bunda kan kacang mede keju, almond madu dan teman-temannya. (Ya itu mah derita lo, Bun!)

Yayaya okeey, Bunda terima kenyataan. Yang penting mah kamu sehat. Tapi tolong jelaskan hal ini sama Mamam kalo nanti beliau datang dan nanya, "Kok kamu masih gendut aja sih? Stagen dipake nggak? Minum jamu gak" bla bla bla...
Jelaskaan bahwa smua makanan itu Bunda masukin mulut atas petunjuk dokter ya. Okee?

Baiklah, sementara ayah lagi agak santai, Bunda mandi dulu. Luluran. Untuk membuat tetap waras dan cantik.

Again, love you full,
Bunda

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu