Skip to main content

Saat Kecerewetan Sudah Jadi Mesin Otomatis

Gaza, Bunda sedih malam ini karena Gaza demam. Dimulai dari saat pulang shalat isya dari mushala tadi, dg suhu 37,9 dan hingga barusan sudah turun hingga 37,4.. Bunda tetap sulit memejamkan mata.

Demam kenapa ini?
Hati Bunda bertanya-tanya.

Sungguh khawatir jangan-jangan ini gejala sakit yang lebih berat. Ah, semoga bukan ya, Bang.. 

Lalu Bunda segera teringat tadi pas pertama tahu Gaza demam. Bukannya memeluk atau menghibur, eh malah ngomel.

Nah kaan Bang, Bunda bilang juga apa. Cuaca lagi begini bentar panas bentar ujan bentar angin kencang, kamu mah main di luar mulu. Padahal udah dibilangin, yang anteng aja main di rumah. Kan di rumah juga banyak yg bisa dimainin, bla bla bla...

Sementara kamu pasrah aja dinyanyiin begitu, Bang. Mungkin dalem hati ya mo gimana lagi, udah takdir punya Bunda cerewet. Masa mo minta tuker? Yakali duit, kalo sobek bisa ditukar ke bank. Kalo Bunda, mo nyari tukeran di mana??

Astaghfirullah..
Bunda teh tau Bang, kalo merepet begini gak akan mengubah keadaan. Dari yang kamu sakit jadi ujug2 sembuh. Gak bakalan. Tapi entah kenapa kaya yang otomatis gitu kalo ini terjadi dan Bunda udah ngasitau sebelumnya (tapi gak diindahkan), maka ngomel jadi senjata pamungkas.

Ya Allah..
Penyesalan emang selalu datang belakangan, gak kaya pendaftaran yang ditaro di depan. Maka sambil ngoles kayu putih dan essentials oil ke badan kamu, Bunda istighfar. Mohon ampun semoga Allah gak menambah beban sakit kamu karena mulut Bunda yg gak bisa lebih sabar. 

Syafakallaah, laa ba'sa thahurun insyaaAllah. 

Sabar ya, Bang..
Sabar atas ujian sakit dan sabar untuk memiliki Bunda yang cerewet. Semoga kedepannya Allah selalu kasih bunda reminder dari awal, agar si penyesalan ga usah datang-datang lagi.

Peluk cium,
Bunda

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu