Skip to main content

Strategi Televisi

Haii para bujang, Gaza n Bilal...
Bunda baru tahu kalau kalian ini ternyata mulai pinter berkolaborasi menyusun strategi.

Peraturan jam nonton TV kembali ketat diberlakukan, terkait mata Abang Gaza yang belakangan harus diberi obat tetes karena lelah--diduga kebanyakan nonton TV atau main gadget.

Kalian protes. Pake aksi ngambek segala. Bercucuran air mata. Hiih lebay! Lupa apa ya kalau Bunda kalian itu ga peduli mo ada banjir airmata dan demonstrasi sekalipun. Ratu tega? Iyes. Singa? Iyess. Just name it... Sekali layar terkembang, pantang kembali pulang. Eh, maksudnya sekali peraturan ditegakkan, Bunda tak mempan dirayu (kecuali kalo depan nenek kalian, seringkali Bunda tak berdaya, takut kualat guys!)

Oke jadi aturannya, nonton TV maks 1,5jam per-hari ya anak-anak, bisa dibagi 3 masing-masing setengah jam atau 1 jam dan setengah jam. Deal! (Meski sepihak).

Awalnya pake drama tapi lama-lama kalian tampak ikhlas. Sempat curiga juga sih, Bunda. Nggak biasanya kalian bisa ikhlas dengan cepat atas segala peraturan, biasanya penuh negosiasi. 

Dan benarlah dugaan Bunda...

Sore itu,
Bun jatah nonton Abang sejam lagi kan? 

Iya.

Bilal?

Setengah jam.

Yaudah Bilal mau nonton Upin Ipin.

Oke, setengah enam matikan.

Oke boss!

Abang mau nonton juga kah?

Nggak, Bun. Gaza mau nonton Tobot aja ntar malem. 

Okay...

Kalo Bilal boleh nonton Tobot juga ga?

Gak! Kecuali kalo batal nonton Upin Ipin sore ini.

Yaudah, gapapa.

Lalu kalian bisik-bisik, entah apa. Bilal oun ke ruang tamu, sementara Gaza asyik baca buku di kamar.

Channel TV berganti-ganti antara Upin Ipin dan chuggington setiap iklan di salah satunya. Dalem hati Bunda mikir, cerdas juga kamu Nak, dalam setengah jam yang tersisa bisa nonton dua film sekaligus.

Hingga tiba waktunya,
Bilal matiin TV nya, udah setengah jam!

Iya, Bun!

Lalu kalian bisik-bisik lagi. 

Daan oow, ternyataaa...

Kalian ngebahas film upin ipin dan chuggington barusan.

Lalu,
Nanti Abang ceritain Tobot nya ya..

Siip deh!

Kalian kerjasama rupanya?
Hebaaat... Nggak Bunda sangka. Strategi bekerjasama yang luar biasa. Kalian mampu memaksimalkan waktu. Cuma 1,5jam per-hari tapi bisa tau banyak acara TV. Pantesan nontonnya gak bareng-bareng.

Okay, strategi kalian gak akan Bunda matikan. Silakan menikmati. Hanya saja satu pelajaran penting Bunda simpan hari ini, bahwa jika lain kali Bunda menerapkan peraturan, harus dipersiapkan kemungkinan strategi yg kalian terapkan, guna dijadikan bahan negosiasi.

Hahahaha, good boys!

Just trust me, emak kalian juga dulunya hobi nyari celah atas peraturan rumah. Meski hanya bisa solo karir, karena tante kalian baru lahir sebelas tahun setelah Bunda.

Tetaplah berpikir cerdas ya, anak-anak...

Love you full,
Bunda

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu