Skip to main content

Cemasku Ada Sejuta

Sebagai seorang bunda,
Yang seringkali memantau linimasa,
Cemasku ada sejuta
Pada kalian anak-anakku tercinta

Saat kalian bermain keluar sejenak saja
Bagiku terasa sangatlah lama
Aku khawatir akan segala marabahaya
Yang mengancam kalian di luar sana

Namun bermain di rumah pun sama saja
Jika televisinya menyala
Cemas lah pula hati ini rasanya
Ingin kubuang jauh itu kotak kaca

Sebagai seorang Bunda,
Yang membaca beragam berita setiap ada jeda
Cemasku ada sejuta
Pada kalian buah hatiku tercinta

Bagaimana tidak,
Sekarang mata ini dijejali dengan berita penculikan anak
Sejam kemudian tentang LGBT yang semakin marak
Sore nanti berganti permen narkoba yang sudah memasuki taman kanak-kanak

Sebagai seorang Bunda,
Yang pernah bertarung nyawa,
melahirkan kalian ke dunia
Cemasku ada sejuta

Jika saat bayi ada nyamuk membuat tanganmu bentol saja,
Bunda berusaha mengejar dan memukulnya
Apalah lagi jika ada yang berupaya menghancurkan jiwamu nan suci mulia
Pastikan bahwa ia harus menghadapi Bunda,
Yang tak akan mundur barang sehasta

Anak-anak...
Jika kalian menangis karena tak memiliki jam main seperti kebanyakan teman di luar sana,
acapkali mata lelah ini ikut basah menahan buliran airmata
Fitrah kalian bermain, paham benar Bunda
Keadaan lah yang memaksa Bunda membatasinya

Anak-anak...
Sejak kecil Bunda ajarkan kalian bernegosiasi,
Tuk mendapatkan apa yang diinginkan
Tapi untuk segala apa yang ada di televisi,
Mohon maaf jika Bunda ada di garis depan

Sebagai seorang Bunda,
Yang kelak akan diminta
Pertanggungjawaban di akhir masa
Cemasku ada sejuta

Bunda khawatir Dia akan bertanya,
Matamu dipakai untuk mengawasi amanahKu tidak?
Telingamu dipakai untuk mendengarkan keluh kesah amanahKu tidak?
Mulutmu dipakai untuk menasehati amanahKu agar amar ma'ruf nahi Munkar tidak?
Tanganmu dipakai untuk menuntun amanahKu ke jalan yang benar tidak?
Kakimu dipakai untuk berjalan membawa amanahKu ke majlis dakwah tidak?

Oooh maka jangan heran,
Jika setiap waktu cemasku ada sejuta

Gitu aja ga boleh, sama ayah boleh!
Kadang kudengar mulut mungilmu protes

Hey nak,
Kami berdua sama mencintaimu tentu saja
Meski dengan cara yang acapkali berbeda
Mungkin karena Bunda seorang wanita,
Maka perasaan lebih dominan dari logika

Nak,
Dunia sudah semakin tua
Zaman sudah semakin gila
Apa yang benar jadi salah
Yang salah jadi benar
Tergantung dari sudut mana kau memandangnya

Maka sebagai seorang Bunda
Yang mencintaimu dengan segenap jiwa raga
Tolong jangan pernah mencerca
Jika aku salah mengelola
Cemasku yang ada sejuta

Terhadapmu, anak-anakku...


Salam sayang,
Bunda

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu