Skip to main content

Meja Makan, Tempat Beragam Kebaikan Bermula

Mamam--demikian panggilan saya terhadap Ibu, selalu menyuruh anak-anaknya makan bersama di meja makan, tanpa boleh didebat dengan alasan apapun. Dulu saya heran dengan aturan ini. Kenapa sih harus bareng-bareng, di meja makan pula? Rumah kami kan memiliki beberapa ruangan lainnya. Kenapa nggak boleh di ruang televisi? Tapi Mamam no comment. Aturan makan bersama di meja makan adalah pakem yang tak boleh dilanggar, kecuali sedang sakit.


Setelah merantau untuk kuliah di luar kota, saya baru paham sebabnya. Meja makan bukan cuma tempat untuk menyimpan beragam makanan atau minuman. Bukan pula sekadar tempat untuk menghabiskannya. Lebih dari itu, meja makan adalah tempat beragam kebaikan dalam keluarga bermula. 

Semasa kuliah, di pagi hari, saya terbiasa sarapan bubur ayam di depan kampus. Kadang sendiri, kadang bersama teman. Siang dan malam hari juga begitu. Adakalanya saat sedang sibuk, saya hanya sempat makan roti atau mi instan yang dimakan di dalam kamar sambil mengerjakan tugas kuliah. 

Di situ baru saya menyadari bahwa ada sesuatu yang hilang dengan makan sendirian, bukan pula di meja makan. Sebentuk kehangatan yang bisa mengalirkan energi-energi baik untuk mengerjakan beragam aktivitas. Pantas saja, dulu seberat apapun masalah yang dihadapi, biasanya lebih mudah dapat solusinya. Rupanya secara tak sadar, ini hasil dari curhat yang dilakukan saat makan bersama. Di meja makan, keluarga saya terbiasa mendiskusikan beragam hal. Siapa saja bisa curhat dan siapa saja boleh memberi saran ataupun sekadar mengomentari. Terpecahkan atau tidak masalahnya, setidaknya beban pikiran bisa sedikit berkurang karena sudah dibagi.

Ah, sebuah kesadaran yang terlambat. Tapi tak mengapa, kelak jika sudah berkeluarga, saya akan menerapkan aturan 'meja makan' ala Mamam. Demikian tekad kala itu.

Terlaksana kah tekad itu? Di awal pernikahan, saya bahkan nyaris lupa. Apa pasal? Karena dulu kami tinggal di rumah kontrakan yang mungil. Cuma ada 1 ruang tamu, 1 kamar tidur, dapur dan kamar mandi serta sepetak teras dan tempat jemuran di samping. Pastinya sangat tidak memadai jika menyimpan meja makan di situ. Ruang depan, yang kami desain lesehan dengan menggunakan karpet sebagai alas duduk, adalah satu-satunya tempat serbaguna yang bisa difungsikan untuk apa saja, termasuk makan.

Setelah pindah, konsep meja makan ini tak juga bisa langsung diterapkan karena keterbatasan dana saat itu. Sampai akhirnya saat anak-anak mulai besar dan pengaruh televisi dan gadget mulai terasa di rumah, saya merasa bahwa kami membutuhkan satu waktu dan tempat yang bisa menyatukan keluarga tanpa adanya campur tangan benda-benda berlayar yang auto membisukan itu.

Seketika ingatan saya kembali ke masa lalu. Mamam dan peraturan tentang 'meja makan' yang paten. Ah ya betul, sepertinya meja makan bisa menjadi solusi yang tepat.

Maka mulailah saya membenahi jadwal harian anak-anak. Memfungsikan meja tamu sebagai meja makan, karena kami belum punya meja makan kala itu. Tak apa, yang ada saja dulu. Yang penting makan bersama di waktu dan tempat yang sama.

"Kenapa harus di sini, sih? Gaza mau sambil nonton tivi," protes anak sulung yang kala itu berusia sekitar tujuh tahun.

Atau, "Kenapa harus bareng-bareng sih? Masih kenyang, nih."

Dan kenapa-kenapa lainnya yang adakalanya saya jawab, tapi bisa juga menggantung. Cukup dengan jawaban, "Makan aja dulu."

Sementara adiknya yang masih sekitar tiga tahunan, tak banyak protes. Fokus dia tetap pada makanan-makanan yang disuka atau tidak. Yes, he's a picky eater.

Saya bersikukuh dengan aturan meja makan. Televisi harus mati saat waktu makan, demikian pula gadget. Kami makan 'ngariung' kalau kata orang Sunda, yang artinya kurang lebih bersama dalam satu lingkaran.

Perlahan namun pasti, segala protes yang awalnya bertubi-tubi, mulai pergi. Sebagai gantinya, waktu makan mulai dipenuhi oleh beragam cerita seru antar setiap anggota keluarga. Mulai dari suami yang bercerita tentang segala kejadian di kantor atau commuter line, anak nomor dua yang kesal karena mainan-mainannya yang dipinjam teman kembali dalam kondisi rusak, sampai si sulung yang awalnya banyak protes malah jadi penyumbang kisah terbanyak.

Adakalanya saya hanya makan berdua dengan suami, menikmati mie instan di malam hari saat anak-anak sudah terlelap. Kami saling mencicipi isi piring masing-masing yang biasanya berbeda, saya mie goreng, suami mie rebus. Kami lalu bercanda atau membicarakan isyu yang sedang ramai diberitakan. Atau yang lebih serius, membicarakan impian-impian masa depan. 

Iya, semuanya di meja ruang tamu yang saya sulap menjadi meja makan setiap waktu makan tiba!

Kok nggak pakai meja makan betulan? Lagi-lagi karena keterbatasan ruangan. Ah ya, kami sudah tak tinggal di rumah kontrakan, memang. Rumah kami saat ini pun sebetulnya sudah 2 kali lebih besar dari rumah kontrakan dulu. Hanya saja karena sekarang anaknya sudah tiga orang dan ada ruang untuk carport, maka belum ada ruang makan khusus di rumah.

Eh tapi, ternyata rumah mungil bukan alasan untuk tak bisa menghadirkan ruang makan, loh. Setelah browsing sana-sini, saya menemukan banyak ide untuk membuat ruang makan minimalis di rumah. Ruang khusus bisa dibuat dengan memanfaatkan sekat ruangan atau sketsel. 

Meja makan mempersempit ruangan? Belum tentu. Sekarang sudah banyak desain meja makan minimalis yang bisa kita terapkan di rumah mungil, lho. Tinggal bagaimana pintar-pintarnya kita mengatur tata letaknya saja.

Tapi, lagi pandemi begini, kok rasanya high risk ya bepergian ke meubel atau mall untuk hunting meja makan? Ah, jangan khawatir. Di era teknologi digital seperti sekarang ini, segala kebutuhan sudah bisa kita dapatkan hanya dengan satu klik saja, lho. Termasuk meja makan tentunya!

Coba deh kunjungi tempat penjualan furniture online yang terpercaya, salah satunya adalah icreate.id. Di sana ada beragam model meja makan yang bisa Anda pilih. Tinggal menyesuaikan budget, ukuran ruangan dan warna yang cocok dengan dinding atau perabot lainnya. Khususnya untuk rumah mungil, kesesuaian warna penting mendapat perhatian ekstra. Selain mempercantik ruangan, juga berfungsi sebagai trik agar rumah terlihat lapang.






Beragam model meja makan bisa kita pilih. Dari segi bentuk, ada yang persegi dan bundar. Warna juga bervariasi, putih yang terang atau dark grey yang sedikit redup untuk menghadirkan suasana tenang saat makan. Ukurannya ada yang kecil dengan dua kursi, pas untuk pasangan yang belum memiliki buah hati. Ada juga yang bisa memuat empat kursi, bahkan lebih. Ya, untuk anggota keluarga lebih dari empat orang, ada meja makan yang bisa diatur ukurannya alias dipanjang-pendekkan. Asyik, ya?




Ingat, jangan anggap sepele meja makan. Seperti saya kisahkan di awal, bahwa meja makan bukan hanya tempat menyimpan makanan dan duduk menghabiskannya. Tapi lebih dari itu, meja makan bisa menjadi tempat bertukar cerita antar anggota keluarga, merencanakan impian-impian satu sama lain. Apalagi jika makanan yang disantap merupakan sinergi antara seluruh anggota keluarga, bisa dalam proses mengolah atau sekadar menyajikannya. InsyaaAllah kenikmatan akan semakin terasa sempurna.

Jika tak percaya dengan tampilan foto yang tersaji di layar gadget, kita bisa lho datang langsung ke showroom-nya yang terletak di The Icon Business Park Blok A No 3, Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, setiap hari dari jam 9 pagi sampai jam 7 malam. Jangan lupa untuk tetap memperhatikan prokes ya. Gunakan masker, jaga jarak dan cuci tangan (siapkan hand sanitizer dalam tas).

Psst. buruan mumpung lagi ada diskon sampai 44% serta Gratis ongkir dan perakitan untuk wilayah Jabodetabek dan Bandung, lho!


Salam hangat,
Pritha Khalida

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu