Skip to main content

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)




Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya
. Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta.

Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian! 

Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya.

Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya di kompleks sebelah. Maka otomatis perumahan tempat kami tinggal, sangat membatasi akses masuk  Semua pedagang tak boleh lagj masuk kompleks. Ojol, kurir dan semacamnya hanya sampai pos satpam. Sehingga jika kami membeli barang online atau delivery makanan, harus menjemputnya ke pos satpam. 

Huh, kepalanya rasanya penuh!

Inhale ... exhale ...

Sampai suatu hari, ada pesan masuk ke inbox FB saya, yang isinya kurang lebih begini, 
"Teh, saya bingung harus cerita ke siapa. Uang tinggal 25 ribu. Dagangan saya sejak pandemi gak laku  pernah seharian gak ada pembeli sama sekali. Modal sudah habis. Ya Allah, padahal usaha ini (mie ayam dan nasi goreng) adalah cara keluarga kami lepas dari penghasilan tak halal yang didapat suami dari bekerja sebagai koki di restoran yang juga menjual olahan daging babi. Semoga Allah selamatkan kami."

Gleek!
Berasa ditampar bolak-balik. Hey Pritha, masalahmu belum seberapa. Tuh di meja masih ada camilan. Di kulkas, bahan makanan beku tersedia untuk beberapa hari ke depan. Uang cash juga masih ada, jauh lebih dari 25 ribu!

Spontan saya meminta no rekening Mbak Melati (bukan nama asli). Saya mentransfernya sejumlah uang. Tak banyak, tapi semoga cukup untuk makan keluarganya esok hari.

Malamnya saya nggak bisa tidur. Sibuk memikirkan jalan keluar bagi Mbak Melati. Sampai tak sengaja terbaca status seorang teman baik yang baru saja di-PHK karena pandemi. Padahal dia baru kerja sebulan. Dan pekerjaan itu sungguh diharapkan untuk menopang hidup dia dan puteri semata wayangnya. Fyi, dia seorang single parent.



Sampai akhirnya Alhamdulillah Allah kasih saya ide untuk fundraising dengan konsep membagikan makanan matang untuk mereka yang terdampak pandemi (ojol, supir angkot, pedagang kecil, pemulung dan lainnya). Siapa yang masak dan membagikan? Untuk awalan, ini akan jadi tugas Mbak Melati dan teman saya yang single parent (sebut aja Mbak Anyelir). Jika respon baik, maka akan dilanjutkan untuk daerah lainnya.

Project ini saya namakan SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia). Kenapa namanya begini? Selain sebagai akronim, saya juga berharap bahwa kegiatan ini akan menyemai bibit baik saling bantu atau berbagi dengan sesama.

Ok bismillah ...

Lalu saya pun menulis kisah Mbak Melati dan Mbak Anyelir di akun FB. Masya Allah di luar dugaan, hari pertama saja terkumpul dana lebih dari 1 juta untuk membantu. 

Saya lalu membaginya, sebagian untuk Mbak Melati, sebagian lagi untuk Mbak Anyelir. Uang itu akan dijadikan modal memasak. Nanti hasilnya akan dibagikan pada mereka yang terdampak. Oya, memasak dengan dibolehkan mengambil keuntungan tentu saja. Jadi yang mendapatkan manfaat ada 2 pihak, yang menyiapkan makanan dan yang dibagi makanan.

Berhari-hari bahkan berpekan-pekan project ini berjalan dengan lancar atas izin Allah. Bahkan di sepertiga terakhir Ramadhan 2020, saya mendapatkan amanah membagikan 1 truk penuh paket sembako, sekitar 200 kardus dari seorang ibu yang sangat dermawan.

Perkardus berisi beras, minyak, mie instan, gula, teh dan banyak lagi. Saya perkirakan harganya sekitar 150-170ribuan. Demi menghemat waktu dan tenaga, saat itu kami bekerjasama dengan AQL (NGO yang dikelola oleh Ustadz Bahtiar Nasir), di mana suami saya merupakan salah satu relawannya. Paket akan dibagikan di sekitar markas AQL di Jakarta. Sementara sebagian lagi didrop di rumah saya dan teman saya di Bogor. Akan kami bagikan pada mereka yang terdampak (sopir angkot, pedagang kecil, driver ojol dll) serta pondok yatim/dhuafa di sekitar.

Oya, alhamdulillah di 10 hari terakhir Ramadhan juga kami mendapatkan kabar baik dari Mbak Melati. Selain laporannya setiap hari yang menyampaikan bahwa pembagian makanan di daerah Kabupaten Serang (sekitar tempat tinggalnya) mendapat respon yang sangat baik dari masyarakat sekitar, ia juga memgabarkan bahwa dana yang ada di dirinya mencukupi sampai lepas Idul Fitri dan insyaa Allah kedepannya ia sudah bisa mandiri. Mulai berdatangan pesanan mie ayam dan nasi goreng dari warga di kampung-kampung sekitarnya, yang mengenalnya dari kegiatan berbagi makanan ini. 

Saya senang sampai sujud syukur, alhamdulillaj terimakasih ya Allah.

Sempat penerimaan donasi mau dihentikan, eh tiba-tiba seorang sahabat di Sukabumi bertanya, apakah memungkinkan SEMAI berbagi di sana? Karena ada teman baiknya yang sedang kesulitan finansial. Suaminya di-PHK. Sementara mereka tetap harus menghidupi keempat anaknya.

Saya lantas menghubungi team yang terdiri dari 4 orang. Mereka sepakat untuk lanjut. Maka, bismillah program berbagi makanan oun dilanjutkan. Dari Serang pindah ke Sukabumi. Oya, program di Bogor yang melibatkan Mbak Anyelir juga tetap berlanjut. Alhamdulillah donasi masih ada saja. Tak hanya uang, tidak sedikit masyarakat yang menyumbang bahan makanan setelah tau tentang program SEMAI. Ada yang memberi bihun satu bal, sarden berkaleng-kaleng, kecap, terigu dan entah apa lagi.

Pada bulan Juni, team kami kelelahan. Kami pun sepakat untuk menghentikan program tanpa batas waktu.

Di masa itu, kami kembali mengenang perjuangan bersama selama 3 bulan ke belakang. Saya mengenang rekening yang mengalami 'pembengkakan' mendadak. Team lapangan acapkali ketemu dengan target sedekah yang bikin haru, sementara bagian keuangan sekaligus contact person-nya tak jarang mendapatkan chat laporan bahwa ada orang yang sangat terdampak di daerah tertentu dan meminta agar SEMAI meluaskan jangkauan.

Salah satu kisah yang paling menguras airmata kami adalah seorang kakek pemulung yang dijumpai sedang memakan dedaunan di pinggir jalan. Katanya itu dia lakukan karena lapar. Sementara di masa pandemi, pengepul barang bekas tak beroperasi. Subhanallah!

Tak hanya memberikan kotak berisi makanan, team kami pun berusaha mencari tau di mana kakek tersebut tinggal. Hingga didapati rumah sederhananya tak jauh dari kampus IPB. Sang kakek sebetulnya memiliki anak yang bekerja di pabrik di luar kota. Biasanya anak itulah yang mencukupi kebutuhan pasangan lansia tersebut. Sayangnya pandemi membuatnya tertahan di pabrik, tak bisa pulang.

Atas izin Allah, melalui para donatur, kami pun memodali sang kakek dan isterinya beberapa perabotan dan uang untuk berjualan gorengan.

Kisah tentang kakek yang memakan daun ini viral. Dibagikan ribuan kali. Tak hanya di FB dan IG tapi juga di-copas di grup-grup wa. Bahkan ibu donatur yang memberikan sembako 1 truk pun, mengetahui info tentang SEMAI dari wa group yang beliau ikuti.

Keterbatasan tenaga dan waktu yang membuat SEMAI harus berakhir. Tapi kami tetap mengucap syukur. Ada banyak hal yang kami, terutama saya, pelajari dari kebersamaan dalam fundraising project selama 3 bulan itu. 

Tiga bulan bukan waktu sebentar. Ada kerja keras, sinergi, keikhlasan serta keyakinan terhadap pertolongan Allah di sana. Saya pernah baca dalam sebuah buku yang terlupa judulnya, bahwa hal sekecil apapun yang dilakukan secara istiqomah selama minimal 30 hari, akan menghasilkan sebuah kebiasaan atau gaya hidup, #30HariJadiManfaat

Saya pribadi merasakan betul bahwa perjalanan 90 hari menjadi 'kompor' kebaikan sungguh meningkatkan kepekaan dan empati dalam diri. 

Mengenai SEMAI, jika kami memulai karena Allah, maka kami pun mengakhirinya lillaah, karena Allah.

Sedikit pinta kami, agar Allah berikan kesehatan dan rezeki berkah untuk para donatur. Allah juga sehatkan kami dan membagi sedikit pahala telah menjadi perantara donatur dan penerima manfaat. Dan para penerima manfaat, semoga kelak akan bisa berpindah posisi menjadi donatur. Aamiin!

Inilah persembahan kecil dari kami untuk negeri ini: SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia).

Salam hangat,
Pritha Khalida
Penulis, founder SEMAI

“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Jadi Manfaat yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa



Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu