Skip to main content

Indihome, Keluarga Indonesia Berdaya dari Rumah

Pandemi sungguh membuat nyaris seluruh sendi kehidupan melemah. Meski tak terpapar virus, imunitas tubuh bisa drop juga karena kelamaan di rumah aja. Apalagi kalau rumahnya mungil minimalis. Gerak langkah sangat terbatas. 

Itulah yang kami rasakan pada bulan Maret 2020, saat untuk pertama kalinya pemerintah menetapkan lockdown. Ketetapan yang dilanjutkan oleh ketua RT/RW tempat kami tinggal, karena pasien awal Covid tinggal tak jauh dari rumah kami. 

Tak pernah dibayangkan bahwa kehidupan akan berubah demikian drastis. Dari yang biasanya melambaikan tangan di pagi hari pada suami yang pergi ke kantor dan anak-anak ke sekolah, kini berganti menyiapkan perangkat untuk mereka WFH dan SFH. 

Repot? 
Jangan ditanya. Alhamdulillah suami sigap membantu urusan teknis, sementara saya menyiapkan sarapan dan urusan domestik lainnya. 


Pekerjaan suami sebagai telco engineer, tentunya membutuhkan kuota yang tak sedikit plus kecepatan internet yang stabil. Anak-anak juga begitu. Zoom meeting setiap hari plus segala browsing untuk tugas. Eh jangan lupakan saya, meski ibu rumahtangga, tapi aktivitas online-nya segudang! Sebutlah mulai dari medsos, jualan property online, menulis buku, browsing resep masakan sampai nonton taushiyah. 

Kalau biasanya semua itu masih bisa tercukupi dengan pembelian kuota, kini dipastikan tak lagi bisa. Karena pasti budget akan membengkak berkali-lipat. Harus mulai dipikirkan untuk memakai fasilitas WiFi yang memadai. 

Setelah browsing sana sini, pilihan suami saya jatuh pada IndiHome. Saya sih manut aja. Pokoknya kecepatan sat set sat set, kuota unlimited. Jangan sampai kan ya, lagi zoom meeting tiba-tiba terlempar karena kehabisan kuota. Hiks, sedih ... 

Alhamdulillah pilihan kami gak salah. Zoom meeting sekeluarga lancar jaya meski cuaca adakalanya tak mendukung (hujan, petir). 

Oya, aktivitas online saya sebagai ibu rumahtangga rupanya bertambah banyak selama pandemi. Yang pertama, install aplikasi belanja sayuran. Lumayan banget ini, supaya gak bolak-balik keluar. Karena keluar di masa pandemi itu ribet, yakan? Mesti mandi tiap habis dari mana-mana, biar yakin virusnya mati dan nggak malah menyebar di dalam rumah. 

Beberapa bulan pasca memasang IndiHome, produk jebolan Telkom Indonesia ini, alhamdulillah saya di-hire sebagai staf writer salah satu NGO. Terbantu banget deh dengan IndiHome yang saya bilang tadi, sat set sat set. Lumayan kan, buat nambahin celengan naik haji. 

Pernah saat pandemi mereda, kami mencoba untuk staycation sejenak. Internet lancarnya IndiHome membantu banget kami untuk pesan hotel dan taksi online (qadarullah saat itu mobil sedang di bengkel). 

Nggak cuma itu Manfaat Internet yang kami rasakan. Saat pada April lalu saya akhirnya memutuskan untuk kuliah, kehadiran IndiHome makin memudahkan urusan kami sekeluarga, terutama saya. Kuliah online 2 kali dalam sepekan, bisa terlaksana dengan mudah, masya Allah alhamdulillah. 

Google Meets, Zoom Meeting, Youtube, Instagram, Facebook, Twitter dan lainnya. Semua bisa kami akses dengan mudah dan cepat, plus kuota unlimited! 

Dan ah, jangan lupakan silaturahim dengan keluarga, kerabat dan sahabat juga partner bisnis, klien dan rekan kerja. Semua bisa lancar jaya berkat adanya IndiHome Internetnya Indonesia yang tak perlu diragukan kualitasnya. Memantau orangtua yang tinggal di lain kota, bisa tetap lancar tanpa mikirin kuota. 

Pernah tuh, jaringan kami bermasalah. Tapi alhamdulillah nggak pakai lama, teknisinya sat set sat set memperbaiki. Langsung lancar lagi, deh! 

Oya ada satu pengalaman lucu dengan IndiHome yang kami alami. Jadi pernah tuh jaringan kami mati. Saya pikir memang lagi ada gangguan atau perbaikan. Tapi nanya ke tetangga (tetangga kami cukup banyak yang pakai IndiHome), katanya di rumahnya lancar jaya. Suami sempat mengira kami belum bayar tagihan. Saya segera mengecek marketplace, sudah kok. Kami jadwalkan setiap invoice muncul sekitar tanggal 2-3 setiap bulannya, langsung dilunasi. Nyaris tak pernah lewat dari itu.


Kami lalu konsultasikan dengan CS IndiHome yang awalnya juga ikut bingung. 

Tau nggak, usut punya usut, ternyata data kami tertukar dengan tetangga sebelah! Mereka lah sebetulnya yang belum melunasi invoice. Mungkin terlupa karena sedang tugas di luar kota. Dan kami juga nggak saling tanya saat koneksi mati, karena tau mereka lagi nggak di rumah. 

Tapi keren lah sinergi seluruh staf IndiHome dari mulai CS yang menerima laporan, engineer yang memproses sampai teknisi yang datang. Semuanya fast respon. 

Jadi makin sayang kan sama IndiHome! Segala kebutuhan akan internet berkualitas di keluarga kami tercukupi olehnya. 

Terimakasih IndiHome ... Love you to the moon and back!

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu