YOUTUBE
Film animasi berjudul 'Rio' yang diproduksi oleh Blue Sky Studios pada tahun 2011, rupanya bukan sekadar isapan jempol belaka. Kisah ini perlahan menunjukkan bukti nyata mengenai punahnya satu demi satu satwa-satwa liar di muka bumi.
Contoh terdekat adalah di negeri ini. Pada dekade 90-an, anak-anak Indonesia masih dengan mudah melihat satwa-satwa endemik negeri ini. Sebut saja Orangutan, Harimau Sumatera, Badak Sumatera, Gajah Kalimantan, Komodo, Jalak Bali, Burung Maleo, Tarsius Kecil, Monyet Hitam Sulawesi hingga yang terkenal dari ujung timur sana yaitu Cendrawasih.
Mudah saja, tinggal kunjungi kebun binatang atau Taman Safari, semua satwa itu bisa dijumpai di sana. Para peneliti satwa liar pun masih bisa meneliti mereka dari jumlah yang cukup banyak di habitatnya langsung. Kamera video tersembunyi yang diletakkan di berbagai titik di hutan, acapkali memperlihatkan jejak keberadaan para satwa liar yang dilindungi itu, mondar-mandir di lokasi yang relatif sama. Karena di situlah mereka merasa aman untuk tinggal dan mencari makan.
Tak hanya satwa, kondisi flora atau tanaman khas Indonesia pun masih banyak kita temui sekitar 3 atau 4 dekade lalu.
Rafflesia Arnoldi contohnya. Bunga raksasa dengan bentuk dan komposisi warna yang cantik ini bisa kita lihat di Kebun Raya setiap beberapa bulan sekali. Kita bisa menyaksikannya tumbuh dan berbunga dalam periode tertentu.
Jika Rafflesia Arnoldi merupakan tanaman bunga yang memiliki keindahan unik, lain halnya dengan Damar. Pohon tinggi khas Indonesia ini merupakan penghasil oksigen yang bisa tumbuh hingga puluhan meter.
Berbagai jenis anggrek khas negeri ini seperti Anggrek Hitam dan Anggrek Tebu, juga memperkaya jumlah flora khas Indonesia. Membuat negeri ini terkenal di mancanegara karena keindahan alam dan kesejukannya. Seolah, kemanapun mata memandang, Indonesia ini bagaikan sepotong surga yang diletakkan Tuhan di muka bumi. Semuanya cantik dan segar. Wiih, #HutanKitaSultan kaya akan keberagaman flora dan fauna endemik. Sungguh #IndonesiaBikinBangga deh!
Tapi kini, di tahun 2022, beberapa flora dan fauna di atas sudah dinyatakan langka, hanya tersisa sedikit saja di alam ini.
HUTAN INDONESIA TERKINI
Secara perlahan tapi pasti, boleh jadi tanpa kita sadari, lahan hutan mengalami penurunan luas atau deforestasi setiap tahunnya. Deforestasi netto tahun 2019-2020 baik di dalam maupun di luar kawasan hutan Indonesia, adalah sebesar 115,5 ribu Ha. Angka ini berasal dari angka deforestasi bruto sebesar 119,1 ribu Ha dikurangi angka reforestasi (hasil pemantauan citra satelit) sebesar 3,6 ribu Ha. Luas deforestasi tertinggi terjadi di kelas hutan sekunder, yaitu 104,4 ribu Ha, di mana 58,1% atau 60,64 ribu Ha berada di dalam kawasan hutan dan sisanya seluas 43,7 ribu Ha atau 41,9 ribu Ha berada di luar kawasan hutan.
Hutan beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit, hunian masyarakat atau infrastruktur.
Akibatnya secara langsung tentu berdampak pada pengurangan jumlah tumbuhan di hutan Indonesia. Bagaikan efek domino, berlanjut pada berkurangnya jumlah fauna dikarenakan berkurangnya lahan tempat tinggal dan makanan mereka.
Beberapa kali kita mendengar ada satwa liar memasuki pedesaan dan memakan ternak atau merusak kebun milik warga atau bahkan memangsa manusia, bukan? Itu adalah salah satu pertanda bahwa tak ada lagi makanan yang cukup untuk mereka konsumsi di hutan. Bahkan tak lagi ada tempat tinggal yang cukup nyaman. Deforestasi menggusur habitat mereka.
FUNGSI HUTAN SESUNGGUHNYA
Hutan adalah paru-paru dunia. Dari sanalah kehidupan di alam semesta bermula. Selain menyerap karbondioksida, hutan yang menyuplai oksigen bagi seluruh makhluk hidup di sekitarnya, tentu memiliki peran penting bagi keberlangsungan hidup seluruh penghuni alam ini. Fyi, satu pohon dewasa mampu menyediakan kebutuhan oksigen bagi 2-10 orang dalam sehari.
Akar pepohonan juga berfungsi mencengkeram tanah dengan kuat, sehingga mampu menyerap air hujan sebagai air tanah dan mencegah terjadinya tanah longsor dan banjir.
Khususnya bagi manusia, air tanah sangat vital untuk keperluan minum, mandi, mencuci dan kakus. Tanpa air bersih yang mencukupi, manusia dan makhluk hidup lainnya akan sulit bertahan hidup.
Hutan memiliki ekosistem yang kompleks. Pepohonan dalam hutan menyerap air dari tanah dan melepaskan kelebihannya ke udara. Jika ukuran hutan cukup besar, kondisi tersebut mampu mempengaruhi curah hujan.
Tapi sayang, tangan-tangan serakah para oknum membuat sang paru-paru dunia terluka. Ekploitasi hutan yang berlebihan mengakibatkan beragam bencana. Salah satunya perubahan iklim (climate change) yang ekstrim akibat permukaan bumi yang semakin panas, salah satunya karena karena terus menyusutnya luas hutan.
Alur sederhananya bisa terjadi seperti ini : Penggunaan bahan bakar fosil dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan polusi karena adanya pelepasan karbondioksida ke udara. Luasan hutan yang tak berimbang, tak mampu menyerap karbodioksida sehingga naik ke angkasa dan menjadikan efek rumah kaca. Bumi pun menjadi sangat panas. World Bank memprediksi pada tahun 2030, efek perubahan iklim dapat membawa kemiskinan bagi 100 juta orang di dunia.
MANUSIA SEHARUSNYA BISA AMBIL KENDALI
Nyata ya akibatnya? Bahwa tergerusnya luas hutan, sejatinya bukan hanya membahayakan penghuninya saja yaitu flora dan fauna di dalamnya. Tapi justru berakibat sangat penting bagi kelangsungan manusia.
Ironisnya, tak sedikit manusia atau korporasi yang seolah tak peduli akan dampak jangka panjangnya. Eksploitasi hutan terus menerus dilakukan demi secuil keuntungan pribadi.
Baru terasa saat bumi sudah semakin panas dan pengap. Perubahan iklim dan cuaca ekstrim serta bencana alam di mana-mana, mengancam kehidupan manusia baik di perkotaan maupun pedesaan yang bersentuhan langsung dengan hutan.
Masihkah permasalahan nan kompleks ini bisa diatasi? Atau sudah terlambat dan tinggal tunggu waktu manusia punah satu demi satu?
Ah, tak ada yang tak mungkin. Manusia adalah makhluk yang dikaruniai akal dan rasa. Jika mereka bisa merusak, maka semestinya bisa pula memperbaiki.
Ada banyak cara untuk mengembalikan kesejukan hutan. Meski mungkin sulit untuk mengembalikan luasannya, paling tidak lakukanlah reboisasi. Hindari mengeksploitasi hutan secara berlebihan.
Untuk masyarakat perkotaan, bisa dengan memelihara hutan kota atau menanam tanaman apa saja di tempat tinggal masing-masing. Setidaknya ini saja sudah merupakan upaya untuk menghadirkan penyeimbang di alam yang bisa menyuplai oksigen untuk kehidupan.
Seperti petuah bijak dalam lirik lagu berikut ini :
Bila kau lelah dengan panasnya hari
Jagalah kami agar sejukmu kembali
Bersatulah, hajar selimut polusi
Ingatlah, hai, wahai kau manusia (wahai kau manusia)
Tuhan menitipkan aku
Ho, di genggam tanganmu (di genggam tanganmu)
Pandanglah indahnya biru yang menjingga
Simpanlah gawaimu, hirup dunia
Sambutlah mesranya bisik angin yang bernada
Dengar alam bernyanyi
Ada yang tau apa judul dari lirik lagu di atas? Yup betul! Itu adalah lagu #DengarAlamBernyanyi yang keseluruhan royaltinya akan digunakan untuk perlindungan hutan Indonesia.
Keren kan? Yuk dukung dan sukseskan niat mulia #UntukmuBumiku ini dengan mendengarkan lagunya di sini.
Kita mungkin tak bisa berbuat banyak untuk hutan di negeri ini. Setidaknya, jadilah #TeamUpForImpact yang sukacita membantu mereka yang bisa mewujudkan hutan di negeri ini bisa kembali sejuk, indah dan menjadi rumah nyaman bagi flora dan fauna, serta kembali lagi yang utama, demi keberlangsungan hidup kita, manusia.
Comments
Post a Comment