Skip to main content

Sekolah Ramah Masa Depan Anak


Sekolah Ramah Masa Depan Anak

Bismillah ...

Tiga hari yang berat menjalani Coaching dan Workshop #InspirePsychology-nya Ustadz Aad  di Bandung, akhirnya terlewati, alhamdulillah.

Itu materi daging smua, masya Allah. Tak jarang ada 'celetukan' beliau yang bikin jlebb. Nggak pernah terpikirkan, tapi bener juga ya. Salah satunya saat dibilang bahwa #SekolahRamahAnak itu bagus, tapi cukup sampai jenjang Taman Kanak-kanak atau PAUD. Begitu memasuki SD, perlahan ubahlah menjadi #SekolahRamahMasaDepanAnak

Lho kok? Kaya gimana itu?

Sebelumnya kita samakan persepsi dulu ya ...

Berdasarkan data Disdikbud, Sekolah Ramah Anak adalah sekolah yang secara sadar berupaya menjamin dan memenuhi hak-hak anak dalam setiap aspek kehidupan secara terencana dan bertanggung jawab. Prinsip utamanya adalah non diskriminasi kepentingan, hak hidup serta penghargaan terhadap anak.

Sekolah ramah anak mengusung konsep mewujudkan kondisi aman, bersih, sehat, peduli, dan berbudaya lingkungan hidup, yang mampu menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya, selama anak berada di satuan pendidikan, serta mendukung partisipasi anak.

Prinsip utamanya adalah nondiskriminasi, artinya setiap anak bisa mendapatkan haknya tanpa adanya diskriminasi. Kepentingan terbaik bagi anak, artinya semua kebijakan atau keputusan yang dibuat nantinya benar-benar terbaik bagi pendidikan anak.

Tujuan akhirnya menciptakan generasi baru yang tangguh tanpa kekerasan, menumbuhkan kepekaan orang dewasa pada satuan pendidikan untuk memenuhi hak dan melindungi peserta didik.

Maraknya tindak kekerasan yang dilakukan oleh guru (Data KPAI 2014-2015, sebanyak 10% kekerasan yang dialami anak, berasal dari guru). Tak hanya itu, antar siswa juga acapkali melakukan kekerasan pada teman-temannya (bullying/perundungan).

Hal inilah yang melatarbelakangi digagasnya sekolah ramah anak oleh pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Tentu saja ini menjadi angin segar bagi dunia pendidikan Indonesia. Khususnya bagi orangtua, pasti ada rasa aman menyekolahkan anak di sekolah yang mengusung prinsip ini.

Tapi, mari kita cermati lebih dalam. Sekolah ramah anak berupaya mewujudkan lingkungan yang Aman, Bersih, Sehat, Peduli dan Melindungi anak dari tindak kekerasan dan diskriminasi.

Dari poin-poin di atas lingkupnya hanya satu yaitu Proteksi. Padahal Perlindungan Terhadap Anak ada 3 macam, yaitu Proteksi, Covering dan Support.

1. Proteksi adalah sistem bertahan, menjaga, mencegah
2. Covering merupakan cara mengatasi
3. Support adalah pemberian dukungan

Sekolah Ramah Anak berfokus pada no 1, proteksi saja. Padahal kita semua tau bahwa acapkali kejadian yang tidak nyaman atau menyakiti anak, bisa terjadi meski sudah ada upaya perlindungan atau pencegahan semaksimal mungkin. Maka tentu ada baiknya anak-anak bukan sekadar mendapat perlindungan berupa pencegahan saja, tapi juga dilatih untuk mengatasi masalah yang menimpa.

Bukan semata karena itu. Mari kita renungkan bersama bahwa kedepannya tantangan yang dihadapi oleh anak-anak akan semakin berat, keras dan kompleks.

Allah telah berpesan agar kita tidak meninggalkan generasi yang lemah di belakang,
"Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar." (QS. An Nisa : 9).

Perlu kita ingat bahwa usia SD (7-12 th) merupakan masa jelang Baligh. Anak-anak ini akan menyongsong masa dewasa/pemuda (dalam Islam tak ada fase 'Remaja') di level putih-merah. Jangan sampai hanya fisiknya saja yang matang, tapi tidak psikisnya. Baligh (menstruasi atau mimpi basah) tapi tidak Aqil. Dalam artian tidak mampu menjadi pemuda yang siap dan mampu membedakan benar/salah, baik/buruk serta mengemban tanggungjawab layaknya manusia dewasa. Manusia yang memikul sendiri dosanya dan mendapatkan pahala atas tindak-tanduknya.

Maka idealnya perlindungan atas hak yang diberikan pada mereka mencakup :
1. Hak atas pendidikan
2. Hak atas pengajaran
3. Hak atas penempaan
4. Hak untuk menjadi tangguh
5. Hak untuk berdaya juang
6. Hak untuk menjadi mandiri
7. Hak untuk menjadi insan produktif dan kontributif

Ini tentu sulit untuk dipenuhi jika perlindungan yang diberikan pada mereka sebatas Protection tanpa adanya Covering.

Contoh sederhananya, di sekolah ramah anak dibuat sistem yang menjaga agar sebisa mungkin tak terjadi perundungan. Namun itu tak menjamin bahwa perundungan betul-betul tak akan terjadi. Atau boleh jadi berhasil di sekolah. Tetapi jika di luar lingkungan sekolah, kondisi tentu berbeda. Dan anak yang terbiasa dengan 'lingkungan ramah anak', akan kesulitan jika menghadapi kejadian tak mengenakkan di luar dinding sekolah.

Akan lain halnya jika di sekolah (dan rumah), anak dipersiapkan menjadi tangguh dengan dipenuhi perlindungan atas 7 haknya.

Kita sampaikan pada anak bahwa kondisi di luar tak selalu ideal. Tak selalu aman, nyaman dan kondusif. Ada banyak bahaya yang mengintai. Maka bersiaplah menghadapinya. Anak bisa di-support untuk selalu tenang namun waspada,  belajar bersikap asertif (misal mengetahui bagian tubuh yang boleh/tidak disentuh orang lain dan berkata tegas serta mempertahankan jika itu terjadi) dan belajar bela diri sebagai pertahanan diri secara fisik.

Psikolog senior Ibu Rosyidah Carum  mengatakan, "Lepas anak pada Realitas untuk membentuk Imunitas."

Yang terpenting, ditanamkan Iman yang kuat pada anak. Keyakinan yang besar bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah. Maka biasakan untuk selalu memulai hari dengan mengingat-Nya dan memohon kebaikan hanya pada Allah.

Saat menghadapi hal buruk, kembali ingat pada Allah. Minta dijauhkan dari marabahaya. Dilindungi dan diselamatkan. Pancangkan keyakinan yang kuat bahwa sungguh hanya Allah yang bisa menjaga kita di manapun dalam situasi apapun.

Dengan begini, anak akan selalu dalam kondisi berkesadaran. Termasuk sadar jika akan berbuat hal buruk yang menzhalimi diri dan orang lain. Sadar bahwa Allah Maha melihat dan mendengar. Maka insya Allah akan menjadi benteng agar ia senantiasa menjaga sikap.

Tulisan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk mendiskreditkan konsep Sekolah Ramah Anak. Konsep yang baik berangkat dengan tujuan mulia untuk melindungi hak-hak anak, tentu harus diapresiasi. Tapi, ilmu pengetahuan senantiasa berkembang, bukan?

Wallahu 'alam bishshawwab.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap...

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu...

Ngobrol bareng Maba Psikologi Gunadarma

Berasa muda belia lagi gak sih ketemu para maba kinyis-kinyis begini? Hahaha, syukur keburu sadar, kalo saya mungkin banget seumuran mama-mama mereka. Ini smua dimulai dari wa Mba Prihatiningsih Mb 1-2 pekan yang lalu. Katanya puteri beliau sama teman-temannya dapet tugas kuliah, nyari narsum untuk diwawancarai. Syaratnya, lulusan Psikologi yang sekarang berkecimpung di bidang tersebut. "Mba Pritha, berkenan ya jadi narsum dan berbagi pengalaman sama mereka?" Hmm, bukan perkara berkenan atau nggak, tapi layak gak sih? Itu poinnya. Iya saya Certified untuk parenting khususnya ranah Pendidikan Aqil Baligh, Remagogi dan Fitrah Based Life-Education. Pernah nulis satu buku parenting, beberapa kali juga diminta jadi pembicara seputar topik tersebut. Cuma maksudnya kan masih banyak gitu lho mereka yang memang Psikolog, HRD dan profesi lainnya yang Psikologi banget plus pastinya magister. Tapi karena dibilang untuk sekadar cerita kenapa dulu ambil Psikologi, impact-nya un...