Skip to main content

Bejana Cinta Kosong, Pemuda Jadi Brondong (Pesan Cinta Untuk Ibu dengan Anak Laki-laki)


Beberapa waktu lalu saya membaca berita tentang arisan brondong. Jangan minta saya menceritakan kisahnya di sini, sila browsing sendiri ya. Karena sungguh, ini di luar nalar. Kebablasan.

Brondong. Tau maksudnya, kan? Tentu saja saya tidak sedang membahas nama kudapan, namun mengacu pada sebutan akan lelaki muda. Konotasinya kurang baik menurut saya, karena lebih sering dikaitkan dengan kisah cintanya bersama perempuan yang jauh lebih tua (Tante Giring, ya sebut saja begitu, karena saya sungguh tak sampai hati menuliskan yang asli), bukan tentang prestasi.

Saya lebih terkejut lagi, pasca membaca kisah tentang arisan menjijikkan itu, terdapat beberapa tautan yang menginformasikan adanya komunitas-komunitas dan aplikasi seputar gi*olo dan kenc*n dengan tante giring ini.

Ah serius lo, sampai ada komunitas dan aplikasi? Artinya perkara ini sudah marak. Naudzubillahimindzalik!

Menatap anak sulung yang baru memasuki masa SMP, hati saya ketar-ketir. Memohon dalam sujud panjang, agar Allah selalu menjaganya dari suara-suara merdu mendayu para tante yang tak punya hati itu.

Iya, mereka tak punya hati, jika terlalu kasar untuk disebut bia*ab. Bagaimana bisa seorang perempuan dewasa, sampai hati merusak masa depan seorang pemuda, hanya demi memuaskan na*sunya? Dengan dalih, suaminya jarang di rumah atau apa lah alasan lain yang sungguh dibuat-buat.

Tentu saja tak cukup jika hanya meng*tuk. Saya lalu mempelajari, apa saja faktor yang bisa membuat seorang pemuda klepek-klepek pada 'cinta' sang tante.

Disclaimer: Ini berbeda dengan pernikahan sah antara seorang pemuda dengan perempuan yang usianya jauh lebih tua ya. Jadi tak perlu nanya atau berbagi kisah baik tentang ini. Mari kita fokeus!
💗

Ok lanjut ...

Tiba-tiba teringat teori Fitrah Se*sualitas yang dikemukakan oleh Ustadz Harry Santosa. Ya, menurut beliau ada 8 Fitrah anak, yaitu :
1. Fitrah Keimanan
2. Fitrah Bakat
3. Fitrah Belajar dan Bernalar
4. Fitrah Perkembangan
5. Fitrah Se*sualitas dan Cinta
6. Fitrah Individualitas dan Sosialitas
7. Fitrah Estetika dan Bahasa
8. Fitrah Fisik dan indera

Nah yang ke-5 ini adalah tentang bagaimana seorang anak berpikir, merasa dan bersikap sesuai dengan fitrahnya sebagai lelaki atau perempuan sejati (nggak ada di tengah-tengah itu, maaf). Goal-nya adalah kelak anak tersebut bisa menjalani peran sesuai dengan identitasnya dan melindungi diri dari pele*ehan se*sual.

Sorry Bestie, ini topik sensi, makanya banyak tanda bintang. Tapi paham kaan?

Penjabaran dari poin tersebut adalah diperlukannya peran dari orangtua secara bergantian atau bersamaan di berbagai rentang usia anak.

⛔️ 0-2 tahun
Di masa ini seorang anak harus dekat dengan ibunya. Allah memberi jalan yang amat sempurna melalui proses menyusui. Karena melalui proses yang teramat int*m skin to skin inilah bonding akan terbentuk. Bukan sekadar mengeluarkan air laksana dispenser, tapi ada pelukan, tatapan dan komunikasi penuh cinta terjalin dalam proses mengASIhi ini.

⛔️ 3-6 tahun
Kedekatan dengan Ayah dan Ibu penting di tahap ini. Agar anak bisa melihat dengan berimbang gambaran positif tentang jendernya. Kelembutan seorang ibu dan ketegasan dan maskulinitas seorang ayah. Hingga dengan bangga dia bisa bilang, "Aku laki-laki" atau "Aku perempuan" tanpa ragu sedikitpun.

⛔️ 7-10 tahun
Kedekatan dengan orangtua sesuai jender diperlukan dalam fase ini. Biar apa? Ya anak perempuan belajar aktivitas keibuan macam memasak, menjahit, menata rumah dan semacamnya. Sementara laki-laki belajar aktivitas keayahan semacam olahraga, pertukangan, ke bengkel dan semacam itu. Anak perempuan ikut kajian dengan ibunya, anak laki-laki ikut Jumatan dengan ayahnya.

Goal-nya, anak-anak merasa senang dan menjadikan orangtuanya idola, "Aku pengen bisa nyetir sekeren Ayah!" atau, "Aku ingin bisa memasak seenak Bunda."

Tapi jangan lantas berpikir bahwa aktivitas ini tidak boleh dibalik, ya. Tentu saja boleh mengajarkan anak lelaki memasak dan anak perempuan belajar pertukangan, untuk life skill mereka kelak. Perbedaannya ada dalam komunikasi yang terjalin selama aktivitas tersebut berlangsung.

Termasuk di sini, mulailah mengenalkan anak tentang pubertas atau baligh.
🧔‍♂️Ayah mengenalkan tentang mimpi basah
👩‍🦱 Ibu mengenalkan tentang menstruasi

Caranya gimana? Bisa browsing. Saya pernah menonton video pendek Ibu Elly Risman mengenai topik ini, bagus sekali. Tapi nggak save dan nggak tau source-nya. Intinya kalau tak salah ingat, beliau bilang cara menyampaikannya harus setenang mungkin, dengan bahasa yang dipahami anak, gunakan istilah ilmiah misal pen*s bukannya burung terkait alat kel*min.

Kalau boleh saya menambahkan, beritahu saat anak dalam kondisi kenyang, sudah siap di momen yang pas saat ia bertanya hal yang relate. Misalnya, "Ayah, kok punya jakun? Kok aku enggak?" Atau, "Kenapa ibu-ibu hamil?"

Panjang amat penjelasan fase ini ya? Karena ini sangat krusial.

⛔️ 10 - 14 tahun (atau lebih cepat, karena masa baligh anak-anak kini lebih cepat)
Di sini anak yang 'lulus' pada tahapan sebelumnya, idealnya sudah memiliki kesadaran penuh atas potensi jendernya. Dekatkan para ABG ini dengan orangtua dengan jender berbeda, agar mereka paham bagaimana memandang dunia dan  bersikap dari sisi jender yang berbeda, termasuk perbedaan cara berpikir dan merasa serta gaya bicara dan artinya.

Ini sangat penting untuk menghindarkan anak-anak dari kej*hatan se*sual. Minimal banget anak perempuan akan paham dan segera tanggap jika ada lelaki yang menatap dan mengedip padanya, itu jelas bukan kelilipan. Hindari!

Jika tahap ini berlangsung baik, maka logikanya tak ada anak yang memerlukan cinta seorang pacar. Karena bejana cinta mereka sudah penuh.

Baper karena dibilang cantik sama laki-laki lain? No way, karena tak terbilang Ayahnya memujinya demikian.

Meleleh atas senyuman maut seorang perempuan? Tak perlu, karena ibunya tak kurang sepuluh kali sehari tersenyum sambil memeluknya.
💗💗

Nah di sini, ada sedikit perbedaan. Jika saat membahas anak perempuan, saya menyoroti isyu jika mereka diam-diam punya pacar (sebaya). Lain halnya dengan anak laki-laki. Saya ingin memberi warning pada para ibu, mengenai kemungkinan buruk mereka didekati oleh para tante giring.

Oh bukan berarti tak ada yang perlu diwaspadai dengan teman perempuan sebaya. Tentu saja ini pun harus hati-hati, jangan sampai karena tak mampu menjaga pandangan, ia merusak anak perempuan dan memiliki keturunan secara tidak sah.

Jika itu saja sudah bahaya, maka yang ini jauh lebih berbahaya!

Bu, bayangkan perempuan seusia kita, yang sudah matang lahir batin, menggoda bujang kebanggaan kita. Si bujang, meski badannya bongsor (usia sekitar 12-15) tapi percayalah, ia masih separuh kanak-kanak yang bahkan sebagiannya masih terkaget-kaget atas perubahan suara atau tumbuhnya jakun.

Kurang-kurang Ibu memeluknya, mendengarkan dengan seksama keluh-kesahnya, sesekali memberi perhatian istimewa untuknya dibandingkan saudara-saudaranya yang lain, mengatakan bahwa sungguh-sungguh mencintainya karena Allah dan membuktikannya dengan laku perbuatan ... maka boleh jadi akan ada orang lain yang melakukannya untuknya dan membuatnya bahagia serta auto jatuh cinta!

Ini saya nulisnya aja sambil bergidik, Bu!

Jangan selalu terfokus pada belajar dan prestasi akademiknya, Bu. Tapi tanyakan tentang siapa teman dekatnya, guru favoritnya, hobinya dan segala sesuatu yang personal. Sembari tanyakan alasannya.

Jika materi memungkinkan, penuhi kebutuhannya seputar itu. Misalnya anak suka basket, belikan bola sepatu yang cocok. Apabila Ibu membutuhkan waktu menabung untuk mendapatkannya, sampaikan saja sekalian. Katakan, karena ia demikian berharga, maka tak mengapa. Selipkan pesan, "Jaga baik-baik ya, semoga sepatu ini membawa banyak kebaikan dan ridha Allah."

Insya Allah anak akan merasa penting karenanya dan mengingat ibunya setiap ia bertanding basket.
💗💗💗

Eh kok dari tadi Ibu melulu? Lantas di mana peran Ayah? Pada caranya mencintai dan mendukung isterinya secara penuh dalam mendidik dan mengasuh para pemuda ini.

Nggak papa lho sesekali berbagi pengalaman, "Nak, dulu Ayah tuh nggak punya pacar lho, sampai akhirnya ketemu ibumu. Saking dia itu shalih, pandai menjaga diri dengan baik, Ayah jatuh cinta, lalu meminta nenek untuk menghubungi orangtuanya, melamarnya."

Atau cari cerita baik lainnya tentang sang Ibu di masa lalu. Sampaikan pada anak, agar dia memahami konsep cinta yang sesuai fitrah tanpa menyalahi syariat.

Terakhir, sampaikan salam penuh kasih sayang dari saya untuk para pemuda di hadapan kalian ya, wahai para Ibu. Cintai mereka sepenuh hati, agar mereka tak mudah tersentuh oleh perempuan tak punya hati.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu