Skip to main content

Yakin Aja sama Allah


Dua hari lalu, mulai senin malam anak ini batuk. Paniklah dia. Bukan karena sakitnya, tapi lebih ke kemungkinan nggak bisa ikut camping. Padahal camping ini sudah dinanti sejak lama. Maklum tahun lalu saat angka Covid masih tinggi, dia nggak saya izinkan ikut.

"Gimana caranya biar bisa sembuh dengan cepat, Bun?"

"Makan jangan sisa, gak usah pilih-pilih, istirahat cukup, minum obat, banyak doa minta sama Allah supaya sehat dan bisa ikut camping."

"Kalau Bilal nurut, Rabu sembuh?"

"Ya mudah-mudahan Allah ridha trus kabulkan. Kuncinya, yakin aja!"

Masya Allah saking pengennya ikut camping, anak ini bener-bener khusyu doanya. Kemarin dia minta izin untuk nggak sekolah.

"Tolong bilang Ustadz kalau Bilal sakit, Bun. Bilal mau istirahat biar besok bisa camping."

Dan saya dengan jujur menyampaikan pada wali kelasnya demikian. Dia mau istirahat dulu agar fit di hari camping. Soalnya kegiatan ini sudah ditunggu sejak lama.

Walasnya alhamdulillah gak keberatan. Malah mendoakan agar dia lekas sembuh.

Nurut bener anak itu, sampai ramuan ala emaknya aja dia minum tanpa protes macam biasanya.

Dan yg paling mengharukan, dia memperpanjang dzikir setelah solatnya. Biasa juga dzikir, tapi kali ini, jauuh lebih lama. Celengan sedekah harian dia isi sambil berdoa panjang. Masya Allah ...

Subuh tadi, dia bangun lebih awal. Mandi, lalu minta dipijat kayu putih lagi. Sarapan semua tanpa drama.

Sampai akhirnya berangkat sekolah diantar ayahnya, saya dapat laporan tak terdengar suara batuknya sepanjang di perjalanan maupun sebelum naik ke atas truk. Iya, ayahnya nunggu sampai mereka berangkat.

Masya Allah, alhamdulillah terimakasih yaa Allah. Anak ini telah membuktikan satu pesan cinta-Mu.

Nabi Muhammad ï·º mengabarkan bahwa Allah berfirman, "Aku sesuai persangkaan baik hamba-Ku. Maka hendaklah ia berprasangka kepada-Ku sebagaimana yang ia mau" (HR. Ahmad)

Yakin aja sama Allah!

Masya Allah Tabarakallah...

Selamat camping, Calon Ulama. Akan banyak kepingan hikmah di sana. Serok sebanyak-banyaknya.

Bunda yang kan merindu,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu