Skip to main content

Agar Anak Ikhlas Membantu Pekerjaan Rumah



Buibu, pernah nggak merasa kesulitan menyuruh anak mengerjakan pekerjaan rumah dan disiplin atasnya? Saya pernah, sering malah. Walhasil trial n error melakukan cara, gimana supaya anak mau melakukannya dengan ikhlas.

Sampai akhirnya saya menemukan cara yang semoga nggak ada expired date-nya sehingga saya harus putar otak cari cara baru #eh maksudnya semoga dengannya anak istiqomah.

Gimana caranya?
Kamu nanyeaa? Bertanya tanyaaah?
#plak

❤️
Serius, gini ada setidaknya 7 tips yang udah saya coba dan cukup efektif, yaitu :

1. Be happy
Kerjakan pekerjaan rumah rutin kota dengan bahagia. Jangan sampai kita kebanyakan ngeluh saat mencuci, menyapu atau bahkan memasak yang hasilnya langsung masuk ke perut anak. Saat kita bahagia, atau kalau bisa terlihat keren dan atraktif (biarin dibilang lebay), maka vibes positif akan sampai ke anak, dan perlahan mereka penasaran untuk mencoba.

Gimana keren dan atraktif itu? Contohnya gini:
"Woow Bunda menemukan cara biar kita bisa ngaca di meja makan? Sinii!"
Semprot meja dengan cairan khusus pembersih kaca, lap sampai kinclong.
Kreatiflah menemukan cara berbeda di pekerjaan lainnya ya.

2. Kasih contoh
Iya jangan harap anak akan auto bisa cuma karena liat kita melakukannya setiap hari. Ajak anak untuk melihat dan mencoba. Mulai dengan yang ringan. Biarkan ia melakukan dengan caranya. Misalnya jika anak memotong wortel atau kentang beraneka bentuk, ya gak papa. Yang penting, dia udah tau kalau mau bikin sup, sayuran harus dirajang, bukan dicemplungin utuh.

3. Jelaskan tujuan di masa depan
"Hey Kak, kamu nanti mau kuliah di LN kan? Tau nggak, di sana nanti biasanya tinggal di apartemen yang apa-apa dikerjain sendiri. Bayangin kalo kamu gak bisa nyuci baju/piring atau memasak sederhana, nanti mau gimana? Di sana bayar pekerja rumahtangga mahal. Di sana juga gak ada warteg yang bisa ngenyangin dengan budget rakyat jelita."
Trus ajak deh liat channel youtube tentang ini. Atau kalau orangtua sudah mengalaminya, ceritakan pengalaman pribadi.

4. Sematkan 'gelar'
'Si Jago Nyapu'
'Juara Melipat Baju'
'Master Beberes Kasur'
Dan lain sebagainya. Yes, daripada kita melabeli anak dengan poin buruk, mending begini. Insya Allah anak merasa dihargai dan diapresiasi hasil kerjanya. Tapi jangan sembarangan juga. Lihat betul-betul mereka expert di bidang beberes/bebersih apa, jadi tepat sasaran. Kalau perlu selesai nyapu langsung dibilang, "Jago bener si Kakak kalo udah nyapu, debu pada insecure mo balik lagi."

5. Ulang-ulang efek baiknya
Saat sedang family time, kita bisa utarakan berulang mengenai hasil kerja anak. Misalnya, "Wangi ya baju kita hari ini. Abang lho yang milih pewanginya dan nyuci jemur bajunya."
Atau, "Pada merhatiin gak sih, tivi kita bening ya? Siapa dulu dong yang suka ngelapin segala permukaan kaca di rumah ini, Adeek!"
Perhatikan raut bahagia anak diomongin gitu. Insya Allah berpotensi diulang dg ikhlas.

6. Reward
Belikan es krim atau cokelat. Atau apapun yang disukai anak dengan budget terjangkau. Bilang kalau itu adalah tanda terimakasih karena anak sudah disiplin membereskan tempat tidur selama sepekan atau pekerjaan lainnya yang diulang tanpa harus dibawelin.

7. Viralkan
Kalau sedang kumpul keluarga, boleh loh ini jadi bahan 'sombong-sombongan'. Kalau pada umumnya para ibu suka menyombongkan prestasi akademik, nggak ada salahnya kita menceritakan life skill anak, di depan anak.

"Anakku udah bisa motong kangkung lho!"
"Anakku suka banget nyikat kamar mandi."
"Anakku paling jago kalo udah nge-vacum kasur. Tidur jadi berasa di kasur hotel."

Nggak usah khawatir dibilang lebay, kaya gitu aja diomongin. Biar aja. Life skill ini relatif lebih mudah ditiru daripada prestasi akademik, jd kecil kemungkinan bikin orang lain insecure.
❤️❤️

Nah begitu ya. Silakan dipraktekkan!


Disclaimer : untuk yang anaknya udah rajin disiplin inisiatif tinggi mengerjakan pekerjaan rumah, tentu saja tips ini gak perlu. Untuk yang punya pekerja rumah tangga selusin pun, ini gak perlu. Atau yang berpendapat 'Anak gak perlu cape urusan kerjaan rumah, yang penting belajar'. Fix tips ini bukan untuk Anda 😊

Salam hangat,
Priyanka Chopra, eh ... Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu