Skip to main content

Definisi Cantik Kini dan Nanti



Kemarin salah satu teman kuliah saya melepas masa lajang. Pas saya lg liat2 fotonya di WA group, si nomor dua nyamperin.

"Astaghfirullahaladzim!" Ia memekik.

"Kenapa deh?"

"Temen Bunda seksi, gak pake kerudung. Kata Ustadz, kita harus langsung tutup mata."

"Ya gak pake, kan bukan orang Muslim."

"Oh ... Temen Bunda baru nikah?"

"Iya."

"Belum punya anak?"

"Kan nikahnya juga baru."

"Oh iya."

"Cantik ya?" Saya menutup bagian leher kebawah dan memperlihatkan wajahnya. Iya memang beliau pakai gaun pengantin model kemben.

"Iya cantik. Pasti karena dia belum punya anak?"

"Emang kalau udah punya anak, gak cantik?"

"Cantik, tapi kan kata Bunda, cantiknya beda. Udah ditambah cape, kurang tidur, nasehatin anaknya yang gak mau nurut."

"Oh bagus kamu inget."

"Cantik tapi galak."

**Bisa gak sih gak usah disebut galaknya?

"Bunda, ada temen Bilal, ibunya udah tua. Apa karena dia stres anaknya bandel?"

"Ibunya siapa?"

"Si X."

"Itu mah karena emang sesuai umurnya. Si X kan anak bungsu, kakaknya udah kuliah, Aa."

"Ooh gitu ..."
❤️❤️

Ngobrol sama anak yang selalu banyak pengen taunya, nggak selalu mudah. Apalagi kalau anaknya spontan, gak pake mikir, apa aja disebut, apa aja ditanyain. Apa aja dibandingin.

Harus belajar mengolah kata, supaya nggak menjadikan diri 'si paling' atau sebaliknya, merasa insecure.

Anak harus tau bahwa ibunya berharga lebih dari apapun, tanpa menjatuhkan orang lain sedikitpun.

Nggak mudah, karena insya Allah balasannya surga. Bukan sekadar voucher kuota.

Oiya pernah juga kami bahas tentang peran suami pada kecantikan isteri. Iya, saya bahas bareng anak-anak bujang.

Kapan-kapan insya Allah saya bahas, kalau yang mau tau sampe 1000 orang.

Eh nggak deng, becandaa ✌️😁

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu