Pagi tadi saya sarapan kisah dan taushiyah dari Mamam. Sementara suami upacara online hari Sumpah Pemuda, khusyuk saya mendegar Mamam bercerita.
"Ada temen Mamam, anaknya disekolahin di luar negeri, eh taunya dilamar."
"Alhamdulillah atuh, Mam."
"Masalahnya dilamar sama yang beda agama, Teh."
"Oh ..."
"Mama Papanya udah pasti nolak. Eh belakangan katanya liat di medsos, mulai ada foto anaknya gak pakai kerudung."
"Inna lillahi."
"Mamam diem aja, bingung mau bilang apa. Takut salah, Teh."
"Iya Mamam tunggu aja, kalau temen Mamam curhat, dengerin."
"Tapi temen Mamam yang lain ada yang nyukurin."
"Kenapa?"
"Kan temen Mamam yang itu teh memang suka dakwah, minimal ngasih nasehat kalau di grup. Mungkin ada yang kesentil. Katanya, makanya gak usah sok-sokan dakwah. Eh anaknya begitu. Padahal dakwah mah kan wajib, ya? Gak usah nunggu jadi kyai. Iya mun jadi, mun henteu berarti moal dakwah-dakwah atuh nya? Bukankah Rasulullah juga bilang, sampaikan walau hanya satu ayat?"
"Iya bener, Mam."
"Da Mamam yakin, si temen itu juga pasti udah nasehatin anaknya, ngadidik bener. Tapi kan anaknya yang nentuin jalan. Dia udah dewasa, kok. Mungkin memang imannya lemah atau godaannya berat pisan."
"Semua juga atas izin Allah, Mam. Bisa eta teh ujian buat orangtuanya, buat anaknya, atau nasehat buat kita yang liat." Papap nimbrung.
"Tah eta!"
"Yang jelas hidayah mah murni hak Allah, Mam ... Pap. Di sejarah kita liat, kurang sholeh gimana para Nabi? Eh ada aja anak atau isterinya yang gak mau taat. Ya apalagi kita, yang ilmunya kurang dari Nabi, ngedidiknya kurang dari mereka, sabarnya kurang. Yang penting terus aja usaha maksimal. Da urusan pendidikan anak mah gak akan selesai sampai salah satunya nggak ada. Temen Mamam aja masih bisa lho dengan terus didoain. Mohon hidayah dari Allah. Minta dilembutkan dan dibukakan hati buat anaknya. Kita bantu doain."
"Iya bantu doain, bukan nyukurin. Heran Mamam mah sama yang suka nyukurin nasib orang yang gak baik, teh. Meni julid."
"Ya kan kita jadi tau karakter orang."
"Oh iya ya, bener."
Obrolan Mamam dan Papap masih terus berlanjut. Saya melipir mau jemur baju.
Tapi topik itu menempel di benak, menyisakan tanya, apakah ujian semacam ini akan menyurutkan kita dari dakwah? Berpikir, ah takut nanti anak atau keluargaku gak beres, mending aku gak usah dakwah ...
Naudzubillahimindzalik!
Jangan sampai. Karena itu yang diinginkan syai than.
Dakwah adalah sarana kita untuk menyampaikan ilmu, mengikatnya agar tak mudah lupa sekaligus terus menambahnya agar nggak itu itu doang yang disampaikan.
Jadi, tetaplah berdakwah sambil memperbaiki diri.
Sampai kapan?
Sampai maut memaksa kita menyudahi semuanya.
Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷
Comments
Post a Comment