Skip to main content

Hidayah Milik Allah




Pagi tadi saya sarapan kisah dan taushiyah dari Mamam. Sementara suami upacara online hari Sumpah Pemuda, khusyuk saya mendegar Mamam bercerita.

"Ada temen Mamam, anaknya disekolahin di luar negeri, eh taunya dilamar."

"Alhamdulillah atuh, Mam."

"Masalahnya dilamar sama yang beda agama, Teh."

"Oh ..."

"Mama Papanya udah pasti nolak. Eh belakangan katanya liat di medsos, mulai ada foto anaknya gak pakai kerudung."

"Inna lillahi."

"Mamam diem aja, bingung mau bilang apa. Takut salah, Teh."

"Iya Mamam tunggu aja, kalau temen Mamam curhat, dengerin."

"Tapi temen Mamam yang lain ada yang nyukurin."

"Kenapa?"

"Kan temen Mamam yang itu teh memang suka dakwah, minimal ngasih nasehat kalau di grup. Mungkin ada yang kesentil. Katanya, makanya gak usah sok-sokan dakwah. Eh anaknya begitu. Padahal dakwah mah kan wajib, ya? Gak usah nunggu jadi kyai. Iya mun jadi, mun henteu berarti moal dakwah-dakwah atuh nya? Bukankah Rasulullah juga bilang, sampaikan walau hanya satu ayat?"

"Iya bener, Mam."

"Da Mamam yakin, si temen itu juga pasti udah nasehatin anaknya, ngadidik bener. Tapi kan anaknya yang nentuin jalan. Dia udah dewasa, kok. Mungkin memang imannya lemah atau godaannya berat pisan."

"Semua juga atas izin Allah, Mam. Bisa eta teh ujian buat orangtuanya, buat anaknya, atau nasehat buat kita yang liat." Papap nimbrung.

"Tah eta!"

"Yang jelas hidayah mah murni hak Allah, Mam ... Pap. Di sejarah kita liat, kurang sholeh gimana para Nabi? Eh ada aja anak atau isterinya yang gak mau taat. Ya apalagi kita, yang ilmunya kurang dari Nabi, ngedidiknya kurang dari mereka, sabarnya kurang. Yang penting terus aja usaha maksimal. Da urusan pendidikan anak mah gak akan selesai sampai salah satunya nggak ada. Temen Mamam aja masih bisa lho dengan terus didoain. Mohon hidayah dari Allah. Minta dilembutkan dan dibukakan hati buat anaknya. Kita bantu doain."

"Iya bantu doain, bukan nyukurin. Heran Mamam mah sama yang suka nyukurin nasib orang yang gak baik, teh. Meni julid."

"Ya kan kita jadi tau karakter orang."

"Oh iya ya, bener."

Obrolan Mamam dan Papap masih terus berlanjut. Saya melipir mau jemur baju.

Tapi topik itu menempel di benak, menyisakan tanya, apakah ujian semacam ini akan menyurutkan kita dari dakwah? Berpikir, ah takut nanti anak atau keluargaku gak beres, mending aku gak usah dakwah ...

Naudzubillahimindzalik!
Jangan sampai. Karena itu yang diinginkan syai than.

Dakwah adalah sarana kita untuk menyampaikan ilmu, mengikatnya agar tak mudah lupa sekaligus terus menambahnya agar nggak itu itu doang yang disampaikan.

Jadi, tetaplah berdakwah sambil memperbaiki diri.

Sampai kapan?
Sampai maut memaksa kita menyudahi semuanya.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu