Skip to main content

Jangan Takut ke Psikolog



Setelah saya post kisah ke Psikolog pagi tadi, cukup banyak yang japri.

"Teh, Psikolog mahal gak sih?"

"Teh, saya gak tau masalahnya apa. Tapi kok saya mudah marah ya? Perlu ke psikolog gak?"

"Teh, anak saya susah kalo disuruh belajar, bikin frustrasi. Kalo ke psikolog bisa jadi rajin gak?"

"Teh, saya pusing banyak utang. Psikolog bisa bantu gak?"

Eh mon maap, yg terakhir mah gak bisa.

Ok gini ya, Manteman ...

Apa gunanya Psikolog?
Mirip sama dokter, mengidentifikasi penyakit dan atas izin Allah membantu menyembuhkan dengan ilmu yang dimiliki. Bedanya, dokter bagian fisik. Sementara psikolog, jiwa aka psikis.

Jadi kalau ke psikolog, bisa 'diliat' ya?
Ya enggak, emang dukun? 🙄 Tapi dari serangkaian psikotes, psikolog bisa liat karakter dasar, potensi, emosi bahkan yang terpendam dan tak kita sadari sekalipun. Terutama melalui tes-tes proyeksi, ini akan muncul.

Udah banyak lho sekarang di Google contoh psikotes. Bisa dipelajari untuk memanipulasi skor dan penilaian gak?
Gak bisa! Karena selihai2nya kita 'ngakalin' psikotes, biasanya akan ada yg 'missed'. Apalagi melalui tatap muka, psikolog dg jam terbang tinggi biasanya akan langsung nangkep kalau ada ketidaksinkronan antara tampilan, manner, isi kepala dan lainnya dengan hasil tes.

Simpel, jika kita mengaku sebagai sosok introvert tapi penampilan pakai baju warna gonjreng, make up lengkap, tas branded yang logonya keliatan jelas padahal KW #eh

Jelas ini gak sinkron. Dan akan ditelaah dalam sesi wawancara/konsultasi, "Ada masalah apa sih dalam hidupmu? Kenapa pengen dikenal sebagai introvert? Padahal penampilan jelas ala extrovert."

Introvert itu orang yg gak pengen jadi pusat perhatian, nggak suka keramaian, mampu tampil untuk menyampaikan aspirasi live, tapi lebih memilih untuk menuliskannya via media atau tertutup (misal wawancara radio/podcast).

"Tapi, psikolog identik sama gangguan jiwa. Kan malu kalo kesana, dikira g ila?"

Hey Bestie, ini 2022.
Mulai dari tes IQ, tes kematangan sebelum masuk sekolah, tes calon ASN sampai tes masuk kerja, sudah umum pakai jasa psikolog. Yang berpendapat psikolog cuma buat orang Gi La, udah balik aja ke masa Paleolitikum.

Sepenting apa pergi ke Psikolog?
1. Merasa ada gangguan emosi yang sulit ditangani, bahkan sampai mengganggu orang terdekat
2. Sulit konsentrasi sampai pelajaran atau aktivitas harian terganggu
3. Sulit membina hubungan dekat dengan orang lain
4. Ingin tau potensi diri. Bakat, minat, kekurangan, kelebihan
5. Masalah rumahtangga yang tak kunjung usai

Berapa rate psikolog? Di-cover asuransi gak?
Kurang lebih sama dengan dokter spesialis untuk konsultasi perjam-nya (dipengaruhi lokasi dan jam terbang psikolog, ya sama aja sama dokter spesialis) Belum termasuk alat psikotes. Bisa ditanyakan ke biro konseling atau RS.
Untuk penggun asuransi pemerintah, bisa datang dulu ke Puskesmas. Nanti kalau memang ada indikasi gangguan psikis maka dirujuk ke poli psikologi di RS. Kata yang udah pernah sih, di-cover. Tapi nggak tau full atau gak.

Jadi, silakan konsultasi ke Psikolog. Jangan khawatir, mereka akan menyimpan rapat rahasia kita. Dan gak bakal menghakimi juga. Tapi ya kalo memang mengalami gangguan psikis, mohon kerjasamanya untuk rutin konsul dan dijalankan saran dan proses terapinya, demi lancarnya proses #healing

Salam hangat,
Pritha Khalida🌷
S.Psi yang masih menyimpan impian kuliah Magister Psikologi

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu