Skip to main content

Fiksi dan Surga



Apa yang Anda harapkan dari membaca kisah fiksi, baik itu cerita pendek atau novel?

Kalau saya, jelas ilmu. Apa saja. Ada fiksi tentang kehidupan seorang dokter, yang dengan membacanya saya belajar tentang ilmu kesehatan dan kehidupan seorang dokter yang sungguh melelahkan.

Pernah pula saya membaca kisah seorang single mom yang tetap tangguh mendidik dan mengasuh anak-anaknya selepas suaminya wafat. Kisahnya begitu hidup. Predikat jan da tak membuatnya gentar. Ia tau batasan do's and dont's di tengah masyarakat.

Berangkat dari latar belakang Psikologi, sebuah fiksi yang bagus menurut saya haruslah memperhatikan betul aspek psikis para tokohnya, agar cerita menjadi hidup. Tentu jangan lupakan observasi hal-hal teknis, agar tak ada cacat logika.

Jalan cerita yang runut nyaris tanpa cacat logika beserta karakter yang cukup kokoh untuk setiap tokohnya, saya temui dalam kumpulan cerita Sandiwara Bumi karya sahabat saya Mba Indah Ershe .

Tentu bukan karena dia teman baik saya, makanya dibilang bagus. Tapi memang masya Allah sarat ilmu buku satu ini.

Nggak hanya menyajikannya dalam rangkaian kisah cerita, tapi penulis juga memberi semacam catatan penyerta.

Contohnya di cerita pembuka yang mengisahkan tentang Rib4. Penjabarannya detail dari awal betapa rib4 memikat hati, halus masuk ke dalam kehidupan sehari-hari, menaikkan percaya diri hingga akhirnya menjatuhkan ke jurang terdalam. Lalu setelah cerita usai, ada 2 halaman penyerta tentang rib4 di halaman selanjutnya, yang bersumber dari Al Qur'an.

Hal itu konsisten dilakukan oleh penulis untuk semua cerita pendek yang ada di buku setebal 240 halaman ini.

Ada pula cerita yang mengangkat topik mitos untuk ibu hamil, yang tanpa kita sadari menjurus pada syirik.

Cerita lainnya membahas tentang zin4 yang belakangan seolah tak lagi dianggap sebagai aib. Meski demikian, akhirnya tetaplah sama, memilukan.

Kumpulan realita kehidupan yang dikemas dengan cerita tanpa menyek-menyek dan balutan romansa yang over exposed, sehingga seringkali justru menghilangkan esensi ceritanya.

Dan yang saya sukai adalah pemilihan judul untuk setiap kisah. Sederhana tapi cantik, sesuai dengan isi cerita. Bukan judul khas click bait, macam 'Kehamilan Isteriku Ternyata Bukan Olehku' atau 'Tergoda Cinta Lelaki Beranak Sepuluh' dan semacamnya.

Cerita-cerita yang tampaknya laris-manis belakangan ini, tapi isinya entahlah. Ya entah, karena baca judulnya aja saya ngos-ngosan.

Makasi Mba Indah, udah bikin saya makin pinter dan sadar, bahwa apapun yang kita tulis ada hisabnya. Jangan bersembunyi atas nama fiksi, karena malaikat tak memiliki filter itu dalam catatan amalnya.

Mau masuk surga? Menulislah sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷💜

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu