Skip to main content

Maraknya Pemulung Perempuan, sebuah Keniscayaan Hari Ini




Teman-teman, nyadar nggak sih, sekarang makin banyak pemulung ibu2?
Kadang bawa anak2 berbagai usia.

Saya yakin, nggak ada org yg sungguh-sungguh bercita-cita jadi pemulung, ngorek2 sampah di tengah panas terik.

Semua untuk mencukupi kebutuhan hidup yang kian meroket tak lagi terjangkau.

Yuk lebih peka. Jika ada kelebihan rezeki, mari berbagi.

Nggak harus uang. Barang rongsok atau kardus, bisa dikasih. Di tangan mereka, itu bisa jadi uang.

Yang punya baju layak pakai atau jilbab, bisa juga dikasih.

Punya sedikit makanan atau sekadar biskuit sama sebotol air mineral juga boleh.

Anak saya pernah kasih air minum sama roti sepulang sekolah, sampai sekarang dia ingat dan selalu pengen ngulang, karena ngeliat pemulung dikasih itu aja kaya dapet berlian katanya.

"Nyenengin orang itu, dapet pahala kan, Bun? Meskipun nggak mahal?" tanya dia kala itu.

"Apa yang buat kita nggak mahal, buat mereka bisa jadi berarti banget."

Kadang saya ngeliat anak-anak bujang suka diem di samping pemulung, kaya ngobrol gitu, akrab. Terutama kalau pemulungnya pemuda usia sekolah.

Kalau si sulung biasanya nanya kelas berapa, rumahnya di mana dan semacamnya. Sementara si nomor dua, katanya suka mendengarkan doa yang mereka panjatkan lalu mengaminkan.

Apa saja, tidak apa-apa. Selama sekiranya tidak menyinggung perasaan orang lain.

Semoga Allah lindungi mereka, para orang hebat yang memilih memulung ketimbang meminta-minta.

Semoga Allah cukupkan rezeki kita, bahkan lebihkan, agar kita mampu jadi perantara rezeki Allah buat mereka.

Tapi sih, semoga kedepannya ekonomi kita sungguh-sungguh meroket, supaya nggak ada lagi matapencaharian pemulung di negeri ini. Di dunia.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya.”  (HR.  Tirmidzi)

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu