Skip to main content

Apakah Semua Orang Tua Harus Belajar?


"Teh, apakah semua orangtua harus belajar #parenting ?" Suatu hari seseorang bertanya pada saya.

"Bagusnya sih enggak, kan Allah sudah install kemampuan pengasuhan pada setiap orangtua yang dijamin sangat sesuai dengan karakter dan kemampuan orangtua serta anaknya. Tapi kan nggak semua orang mampu menggali apa yang ada dalam dirinya. Kemampuan atau bakat yang tampak sederhana saja tak jarang baru kita ketahui saat orang lain yang bilang."

Misalnya, orang yang kalo dandan bisa cantik banget padahal tipis, boleh jadi dia berbakat jadi MUA.

Atau orang yang tiap arisan nyumbang masakan yang enak, mana tau kalau dikembangkan bisa buka resto yang laris manis?

Termasuk #parenting
Orang kadang udah keder duluan dengan beragam tantangan mendidik dan mengasuh anak di zaman yang berbeda dengan dirinya dulu ketika kecil. Apalagi kalau type anaknya yang masya Allah banyak nego, bukan type penurut manis kalem kaya di iklan-iklan. Yang ada stres duluan dan marah-marah.

Tertutup deh potensi mendidik dan mengasuh yang ada dalam diri. Berujung pada ngomel-ngomel lalu menyesal, ulang lagi. Terus aja begitu.

Dan saya selalu senang berbagi ilmu #Parenting yang meski baru sedikit, alhamdulillah sudah membantu cukup banyak orangtua.

Jika saya berbagi ilmu, apakah berarti cara mendidik dan mengasuh sudah sempurna?
Enggak, Bestie ... Berbagi ilmu adalah cara untu mengikat ilmu itu dan supaya saya terpacu untuk terus upgrade.

Salah satunya untuk Komunitas Pendidikan berbasis Bakat dan Akhlaq Kalimantan Barat yang diampu oleh Mba Desi Septina Wati ini.

Nggak nyangka dapet oleh-oleh mukena traveling dan pajangan dinding yang cantik ini. Pas banget warna pink, favorit saya.

Jazakumullah khayr, semoga komunitasnya terus bertumbuh sesuai yang dicita-citakan serta mendapat ridha Allah.

Salam hangat
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu