Skip to main content

Internet Cepat Penunjang Aktivitas Digital Emak Zaman Now

 



Dunia Digital Tak Humanis?

Beberapa waktu lalu saya membaca sebuah kisah, tentang seorang anak yang menemani ayahnya mengantri selama satu jam di bank untuk suatu urusan teknis. Urusan yang dalam benak sang anak, sebetulnya bisa banget diselesaikan dengan satu dua klik, andai ayahnya mau bikin m-banking. Namun sang Ayah yang sudah lanjut usia itu, selalu menolak.


Alasannya kurang lebih menggambarkan bahwa dalam satu jam di luar rumah, ia bisa bertemu dengan orang-orang yang tak terduga. Di bank itu saja ia sudah bertemu dengan empat orang teman lamanya, tanpa janjian. Lebih dari itu, ia juga kini mengenal security dan teller bank tersebut. Mereka juga jadi mengenalnya. Menurut sang ayah, orang-orang seperti ibu biasanya akan sangat peduli padanya. Buktinya, saat beberapa waktu yang lalu isterinya sakit, seorang penjual sayur langganan isterinya datang menengok. Lain waktu ia yang sakit, pemilik salah satu toko yang sering ia datangi, berkunjung menghiburnya.

"Apa yang kudapat jika semua kulakukan hanya melaui ponsel?" Pungkas sang ayah.

Maka segala saran termasuk kelebihan dunia digital yang disampaikan anaknya pun seolah sirna.

Membaca kisah itu membuat saya merenung. Benarkah dunia digital sungguh menggerus sisi humanis dalam diri kita? Dimana kita jadi kehilangan momen untuk bertemu dengan orang lain, sekadar mengobrol atau bertransaksi dengan penuh kehangatan. Senyum dan gesture tulus tak bisa diakali oleh emoticon. Jika membeli sesuatu, bisa mencicip tester atau meraba tekstur. Tak seperti jual-beli online, yang mau tak mau percaya saja pada spek yang dituliskan.

Tapi, zaman sekarang kan berbeda dengan dua dekade lalu. Sekarang tak perlu menunggu sabtu malam atau awal bulan, di mana-mana macet. Tak sebandingnya pertambahan jumlah kendaraan, pemukiman dengan ruas jalan diklaim sebagai salah satu penyebabnya. Ya tentu saja jika mau diurut, pertambahan jumlah penduduk lah penyebab utamanya.

Lalu, salahkah itu?

Ah sepertinya tidak juga. Bukankah memang laju zaman tak bisa dihentikan? Satu-satunya cara adalah beradaptasi dengannya. Menjadi netizen di dunia maya, adalah salah satu cara beradaptasi agar bisa laju seiring perkembangan teknologi.

 



Emak-Emak di Era Digital

Hai, perkenalkan ... Saya Pritha Khalida, ibu dari tiga anak. Satu di bangku SMP, satu di SD dan satu di TK. Sebagaimana kebanyakan ibu-ibu jaman now pada umumnya, saya memiliki rutinitas harian yang padat. Mulai dari urusan domestik (belanja, memasak, beres-beres rumah dll), mendidik dan mengasuh anak-anak, mengerjakan hobi serta menuntut dan mengaplikasikan ilmu.

Semua aktivitas tersebut, rasanya sulit bisa dilakukan jika tidak dibantu oleh teknologi digital, apalagi saya tak memiliki asisten rumah tangga.

Nggak percaya? Yuk kita lihat ...


Saya rata-rata bangun pukul 4 pagi setiap harinya. Dibilang rata-rata karena nggak tentu sih, kadang lebih pagi, adakalanya kesiangan. Yang pertama saya lakukan adalah mengecek ponsel, untuk melihat 'to do list' hari itu. Selanjutnya segera memulai hari dengan mengaji atau shalat. Coba, sepagi itu saja, saya sudah butuh bantuan teknologi, kan? Bayangkan jika ponsel mati, saya pasti bingung mau ngapain seharian.

Pagi hari, sekitar jam 7 setelah selesai memasak sarapan dan bekal kudapan serta makan siang dua anak, biasanya tukang sayur online datang membawakan belanjaan yang sudah saya pesan semalam. Yes, belanja sayur pakai aplikasi. Nggak semua sih, terutama untuk protein hewani dan buah yang jarang ditemui di pedagang keliling saja. Atau, item lain yang sedang diskon, pssst!

Selanjutnya mengecek WA group sekolah anak-anak. Ada anak yang perlu bayar ekskul, langsung saja saya buka m-banking, transfer. Ada anak yang hasil ujiannya sudah keluar, langsung saya cek LMS-nya. Anak lainnya, ada link kajian yang bisa diakses online via website khusus. Setelah merapikan diri, siapkan laptop atau penyangga ponsel, cuss ikut kajian.

Lihat, peran internet di masa ini sangat dibutuhkan, bahkan oleh seorang ibu rumahtangga sekalipun. Bayangkan kalau nggak ada koneksi internet yang memadai, entahlah akan butuh waktu berapa lama untuk jalan ke ATM transfer uang, ke sekolah lihat pengumuman ujian di papan pengumuman dan ke sekolah anak satunya untuk ikut kajian. Untuk yang terakhir, tentu saja saya juga masih ikut kajian tatap muka di waktu-waktu tertentu. Tapi weekday, saat kesibukan sedang padat merayap, rasanya agak sulit.

Selesai itu semua, waktunya memasak! Mau masak apa hari ini? Untuk para ibu yang sudah expert, beragam menu hafal di luar kepala, pasti tinggal siapkan wajan dan sreng sreng sreng, jadi. Tapi saya, browsing dulu. Buka aplikasi resep masakan atau channel chef di Youtube untuk melihat trik memasak mereka.

Jelang siang, guru TK anak saya biasanya mengabarkan di WA group, bahwa anak-anak sudah bisa dijemput. Tak lupa re-apply sunscreen, yuk kita jemput bocah!

Belum juga keluar pagar, tiba-tiba terdengar 'Tuut tuut!' Ah, rupanya token listrik sudah mau habis. Sebentar buka m-banking, beli, lalu masukkan. Okey sip, sang meteran listrik berhenti bernyanyi. Alhamdulilah, nggak perlu ke bank atau kantor pos seperti yang dilakukan ibu saya dulu. Sangat efektif dan efisien.

Makan siang bareng, ngobrol tentang sekolah hari ini, apa yang bikin happy dan sebaliknya siapa yang bikin kesal atau sedih. Sejenak saya meninggalkan gadget dan segala kemudahan di dalamnya, menjalin bonding melalui Quality Time bersama anak di meja makan. Dilanjutkan dengan shalat dzuhur dan istirahat siang.

Sekitar pukul 2, anak nomor dua pulang sekolah. Jika suami WFH, maka beliau yang akan menjemputnya. Tapi kalau lagi WFO, artinya saya harus segera mengirim ojek online ke sekolahnya. Tentu saja karena nggak memungkinkan untuk meninggalkan adiknya yang sedang terlelap. Membawanya juga nggak tega, du tengah terik matahari siang harus berjalan sejauh 1 km.

Sambil menunggu sore, setelah mengobrol dengan si nomor dua dan mengantarkannya istirahat siang, saya biasanya membaca buku atau membuka medsos. Dari mulai sekadar scroll untuk tahu kabar terkini teman-teman, dengar penggalan tips parenting dari para pakar, chatting atau berbalas komen dengan teman sampai yang agak serius, menulis postingan panjang tentang psikologi populer terutama parenting. Topik yang memang saya dalami, selain karena memang background sebagai Sarjana Psikologi.

Adakalanya bada ashar saya dapat undangan untuk mengisi diskusi parenting via Zoom Meeting. Maka bersegera mandi dan menunaikan shalat ashar adalah keharusan yang tak boleh ditunda. Dan jangan lupa untuk mengirim ojek online di tengah-tengah zoom, untuk menjemput anak sulung.

Sore saat menyiapkan makan malam, biasanya menjadi waktu berkumpul dengan anak-anak di ruang makan. Sambil menyiangi sayur, oseng masakan, biasanya anak-anak akan bergantian cerita atau menunjukkan karya/pekerjaan rumah. Kecuali si sulung, dia biasanya sharing itu sebentar pas sampai rumah dan pillow talk, sesaat sebelum tidur. Jam sore, dia main keluar dengan teman-temannya atau mabar di rumah.

Nanti lepas maghrib atau isya, wajib banget cek seluruh WA group sekolah anak-anak, manatau ada info penting untuk keesokan harinya. Atau reminder yang disampaikan di sekolah dan dikhawatirkan anak lupa.


Internet Cepat, Sat Set Kelola Bisnis dari Rumah

Satu lagi yang jangan lupa adalah, mengecek WA group bisnis agency property syariah yang dirintis bersama dua orang sahabat. Bisnis yang rasanya kecil kemungkinan bisa dijalankan jika tanpa bantuan jaringan internet yang memadai. Bagaimana tidak, segala informasi project dari developer, kami terima melalui Telegram, pasang iklan di OLX atau ads FB/IG, pelatihan marketing via Telegram/WA, follow up konsumen via WA, mengantarkan mereka untuk survey, koordinasi dengan marketing in house atau team darat, via WA. Sampai akhirnya jika mereka mau booking unit, tentu saja pakai aplikasi M-banking, bukan?

Dan malam pun tiba. Cek 'to do list', apakah ada yang terlewat? Oh ya, sudah perlu belanja sayur online lagi atau masih ada stok? Adakah pekerjaan yang harus segera di-email? Lagi pengen posting blog di www.bundaberisik.com ?

Kalau semua sudah selesai, mari kita tidur. Jangan lupa pasang alarm dan berdoa.


Kuliah dari Rumah

Begitulah kurang lebih kegiatan sehari-hari saya sebagai ibu rumahtangga. Oya sebagai tambahan, sekarang saya lagi ikut kuliah online Fitrah Based Education and Based Learning bersama team Ustadz HarrySantosa allahuyarham. Satu program perkuliahan selama tiga bulan yang membahas tentang visi dan misi hidup.

Ini adalah kuliah online jangka panjang kedua yang saya ambil dalam 2 tahun terakhir, setelah sebelumnya tahun lalu ikut kuliah Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Anak Islami bersama Ustadz Adriano Rusfi, Psikolog. Dua topik yang luar biasa bagus dan menambah ilmu untuk seorang parenting enthusiast seperti saya. Bukan sekadar untuk dapat sertifikat, tapi lebih dari itu, agar bisa mendidik anak dengan baik sesuai ilmunya dan berbagi ilmu ini lagi pada para orangtua yang membutuhkan. Begitulah, sesuai sabda Rasulullah, "Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat."


Era Digital, Adaptasi atau Tertinggal


Zaman sudah berganti. Tak perlu sibuk membandingkan mana yang lebih baik dan mana lebih buruk. Tugas kita sebagai hamba hanyalah tetap bergerak sesuai misi hidup, apa yang Allah inginkan untuk kita jalankan. Sebelum akhirnya kembali menuju keabadian.

Akan ada momen dimana kita butuh rehat dari segala bantuan teknologi digital. Bahkan dari siapapun. Waktu untuk merenung atau sekadar memenuhi hak tubuh untuk beristirahat. Namun jangan menafikkan fakta bahwa internet di masa ini sangat membantu memudahkan urusan sehari-hari 

Jika dulu orangtua kita survive cukup dengan bantuan listrik untuk menyalakan televisi, pompa air, mesin cuci, setrika dan lainnya perabot rumah tangga, serta telepon kabel untuk berkomunikasi. Maka itulah zamannya, rezekinya, kebahagiaannya. Tak perlu membandingkan lalu merasa bahwa masa ini kurang berkesan. 

Justru kitalah, dengan segala fasilitas dan teknologi yang ada, yang bertugas membuat kesan baru untuk kelak dikenang oleh generasi mendatang. Agar tumbuh dan berkembang para pemuda tangguh dan hebat serta melek teknologi di tangan kita. Sebagai ibu, bukankah kita adalah madrasah pertama dan utama bagi anak-anak? Di tangan kitalah peradaban dibentuk.

Capek? Tentu saja, di mana ada pekerjaan yang tidak bikin capek, meski sesuai passion sekalipun. Syukur alhamdulillah semua capek itu terbayar dengan hasil yang baik, apresiasi dari keluarga dan kerabat juga kemudahan dalam prosesnya berkat IndiHome, Internet Provider dengan layanan digital yang menyediakan internet, telepon rumah, dan TV interaktif dengan beragam pilihan paket serta layanan tambahan yang bisa dipilih sesuai kebutuhan kita. Saat ini, jaringan IndiHome sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Produk jebolan Telkom Indonesia ini tak pernah lelah untuk terus berinovasi memenuhi kebutuhan internet terbaik bagi masyarakat.

Butuh Internet Cepat, IndiHome Solusinya 

Untuk memfasilitasi seluruh aktivitas ini, tentu saya membutuhkan koneksi internet yang nggak lelet, yang sat set supaya semuanya bisa berjalan efektif dan efisien.

Pilihan pun jatuh pada IndiHome, sejak 2020 sampai detik ini. Program dari proyek utama Telkom Indonesia yang resmi diluncurkan pada tahun 2015 dan juga merupakan salah satu program dari proyek utama Telkom, Indonesia Digital Network 2015 ini, kehadirannya sungguh membantu seluruh aktivitas digital dalam keseharian kami sekeluarga. Tak hanya saya, tapi suami yang WFH, urusan sekolah anak-anak, penunjang hobi, hiburan dan lainnya, sungguh tak bisa dipungkiri bahwa dibutuhkan koneksi cepat unlimited.

Well pada akhirnya, kita harus terus berjalan mengikuti kemajuan zaman. Khususnya para ibu, tak boleh mengutuk keadaan, atau bahkan menyesali dan ingin kembali ke masa lalu. Sebaliknya, harus mampu meramunya menjadi sebuah pembelajaran dan kenangan.

Jadi kalau kalian punya aktivitas tanpa batas tapi selama ini masih bingung pakai Internet Provider apa yang paling bisa meng-cover semua aktivitas itu, coba mulai pertimbangkan untuk install IndiHome di rumah atau kantor.

Berikut beberapa paket yang mereka sediakan saat ini. 



Nah tinggal dipilih mana yang paling sesuai dengan kebutuhan kita. Info lebih lanjut bisa cek di sini

Mari bangun kenangan di era digital, bersama IndiHome.


Salam hangat,


Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu