Anggara bukan laki-laki penikmat gosip artis. Apa lah, itu konsumsi kaum hawa, bukan? Demikianlah yang ada di benaknya selama bertahun-tahun. Sampai akhirnya sesuatu mengubah pemikirannya.
Renjana yang dicintainya sejak masa sekolah, ternyata juga menarik perhatian seorang produser. Kabarnya, dari sekali pertemuan di sebuah pusat perbelanjaan, Jana ditawari peran di satu judul film layar lebar. Tak tanggung-tanggung, amanah yang diemban sebagai pemeran utama!
Geram hati kecilnya, mudah sekali meminta seseorang lakukan sesuatu, jika pundi-pundinya tebal. Sementara ia, harus memaksa dirinya bekerja keras melintasi samudera, demi bisa mempersembahkan yang terbaik untuk sang bidadari.
Sejak itulah Anggara sering melihat portal berita artis. Hanya memastikan, tak ada kabar buruk tentang perempuan yang diyakini merupakan penggenap takdirnya kelak.
Seperti kali ini, saat pesawatnya baru saja mendarat di bandara tanah air, Anggara menyalakan ponsel. Maksud hati ingin mengabari ibunya, agar segera menyuruh Kara, adik bungsunya, bergegas menjemput.
Tapi headline portal berita yang muncul dengan menuliskan nama Renjana, membuat Anggara terhenyak.
Apa, pujaan jiwanya hendak menikah pasca launching film perdana? Dengan aktor papan atas negeri ini? Apa-apaan ini, hanya setahun ia berlayar, mengapa begitu cepat Jana jatuh cinta pada laki-laki lain?
Seketika Anggara geram. Meski dalam hatinya ia harus mengakui, bahwa tentu saja itu hak Renjana sebagai sosok single. Dia kan bukan siapa-siapanya, apa hak mengatur hidup orang lain?
Sisi lain hatinya tak bisa terima. Bertahun-tahun ia memendam cinta demi patuh pada Ibunda untuk menghindari zi na. Cukup memandang gadis itu dari kejauhan, bahkan melihat genteng rumahnya setiap membantu Ibu membawa belanjaan kala akhir pekan, Anggara sudah bahagia.
Tapi kini hatinya remuk-redam. Cintanya pupus, bahkan sebelum sempat diungkapkan.
Pemeriksaan imigrasi dan bagasi kali ini terasa sungguh lama dan menyiksa. Anggara ingin segera terbang ke rumah, memeluk Ibu dan meyakinkan diri akan kebenaran berita tersebut. Jika memang demikian adanya, maka ia akan mundur secara ksatria. Jika hanya gosip, maka akan diajaknya Ibunda untuk meminang gadis itu. Bulat sudah tekadnya.
Kara menjemputnya, seperti biasa banyak bertanya tentang oleh-oleh dan bercerita mengenai sekolahnya. Sudah kelas 12, sebentar lagi gadis itu lulus. Ia kembali mengulang kabar bahagia mengenai beasiswa yang didapat di kampus negeri ternama.
Sayang, kali itu kakak yang selama ini membantu biaya sekolahnya, tak terlalu merespon. Pikiran Anggara tertuju pada satu nama: Renjana.
"Bang, masih ingat kak Jana? Teman sekolah Abang dulu itu."
"Hah? Masih lah." Spontan Anggara menjawab untuk pertanyaan satu itu.
Kara tersenyum penuh arti, cepat betul jawaban diperoleh, tak macam saat ia bercerita tentang dirinya sedari tadi. Dugaannya tepat, ada hati yang tersimpan di situ.
"Ada apa dengan Jana?"
"Film-nya sukses meraup jutaan penonton dalam sepekan saja."
"Ooh ..."
"Atas kesuksesannya itu, ia akan menikah dengan ..."
"Jadi berita itu benar?"
"Apa?"
"Eh kau mau cerita apa tadi? Lanjutkan."
"Kak Jana akan menikah dengan aktor ternama John Sebastian dalam film selanjutnya."
"Hah, film? Jadi bukan sungguhan?"
"Bukan. Ya entah kalau ada chemistry ..."
Tak didengarnya lagi ocehan Kara. Hati Anggara mendadak bagai musim semi, cerah hangat penuh warna.
"SIM-nya nggak nem bak, kan?" Anggara melirik adiknya.
"Enggak dong, asli!"
"Percepatlah lajunya. Aku ingin segera bertemu Ibu."
"Aye aye, Captain!" Patuh Kara tanpa nanti. Ia yakin ada kejutan yang akan dibuat oleh kakaknya.
Pritha Khalida 🌷
Comments
Post a Comment