Skip to main content

Lelaki yang Patah Hati? #FiksiMini




Anggara bukan laki-laki penikmat gosip artis. Apa lah, itu konsumsi kaum hawa, bukan? Demikianlah yang ada di benaknya selama bertahun-tahun. Sampai akhirnya sesuatu mengubah pemikirannya.

Renjana yang dicintainya sejak masa sekolah, ternyata juga menarik perhatian seorang produser. Kabarnya, dari sekali pertemuan di sebuah pusat perbelanjaan, Jana ditawari peran di satu judul film layar lebar. Tak tanggung-tanggung, amanah yang diemban sebagai pemeran utama!

Geram hati kecilnya, mudah sekali meminta seseorang lakukan sesuatu, jika pundi-pundinya tebal. Sementara ia, harus memaksa dirinya bekerja keras melintasi samudera, demi bisa mempersembahkan yang terbaik untuk sang bidadari.

Sejak itulah Anggara sering melihat portal berita artis. Hanya memastikan, tak ada kabar buruk tentang perempuan yang diyakini merupakan penggenap takdirnya kelak.

Seperti kali ini, saat pesawatnya baru saja mendarat di bandara tanah air, Anggara menyalakan ponsel. Maksud hati ingin mengabari ibunya, agar segera menyuruh Kara, adik bungsunya, bergegas menjemput.

Tapi headline portal berita yang muncul dengan menuliskan nama Renjana, membuat Anggara terhenyak.

Apa, pujaan jiwanya hendak menikah pasca launching film perdana? Dengan aktor papan atas negeri ini? Apa-apaan ini, hanya setahun ia berlayar, mengapa begitu cepat Jana jatuh cinta pada laki-laki lain?

Seketika Anggara geram. Meski dalam hatinya ia harus mengakui, bahwa tentu saja itu hak Renjana sebagai sosok single. Dia kan bukan siapa-siapanya, apa hak mengatur hidup orang lain?

Sisi lain hatinya tak bisa terima. Bertahun-tahun ia memendam cinta demi patuh pada Ibunda untuk menghindari zi na. Cukup memandang gadis itu dari kejauhan, bahkan melihat genteng rumahnya setiap membantu Ibu membawa belanjaan kala akhir pekan, Anggara sudah bahagia.

Tapi kini hatinya remuk-redam. Cintanya pupus, bahkan sebelum sempat diungkapkan.

Pemeriksaan imigrasi dan bagasi kali ini terasa sungguh lama dan menyiksa. Anggara ingin segera terbang ke rumah, memeluk Ibu dan meyakinkan diri akan kebenaran berita tersebut. Jika memang demikian adanya, maka ia akan mundur secara ksatria. Jika hanya gosip, maka akan diajaknya Ibunda untuk meminang gadis itu. Bulat sudah tekadnya.

Kara menjemputnya, seperti biasa banyak bertanya tentang oleh-oleh dan bercerita mengenai sekolahnya. Sudah kelas 12, sebentar lagi gadis itu lulus. Ia kembali mengulang kabar bahagia mengenai beasiswa yang didapat di kampus negeri ternama.

Sayang, kali itu kakak yang selama ini membantu biaya sekolahnya, tak terlalu merespon. Pikiran Anggara tertuju pada satu nama: Renjana.

"Bang, masih ingat kak Jana? Teman sekolah Abang dulu itu."

"Hah? Masih lah." Spontan Anggara menjawab untuk pertanyaan satu itu.

Kara tersenyum penuh arti, cepat betul jawaban diperoleh, tak macam saat ia bercerita tentang dirinya sedari tadi. Dugaannya tepat, ada hati yang tersimpan di situ.

"Ada apa dengan Jana?"

"Film-nya sukses meraup jutaan penonton dalam sepekan saja."

"Ooh ..."

"Atas kesuksesannya itu, ia akan menikah dengan ..."

"Jadi berita itu benar?"

"Apa?"

"Eh kau mau cerita apa tadi? Lanjutkan."

"Kak Jana akan menikah dengan aktor ternama John Sebastian dalam film selanjutnya."

"Hah, film? Jadi bukan sungguhan?"

"Bukan. Ya entah kalau ada chemistry ..."

Tak didengarnya lagi ocehan Kara. Hati Anggara mendadak bagai musim semi, cerah hangat penuh warna.

"SIM-nya nggak nem bak, kan?" Anggara melirik adiknya.

"Enggak dong, asli!"

"Percepatlah lajunya. Aku ingin segera bertemu Ibu."

"Aye aye, Captain!" Patuh Kara tanpa nanti. Ia yakin ada kejutan yang akan dibuat oleh kakaknya.

Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu