Skip to main content

Bhrisco Jordy, Kerja Keras Sang Calon Menteri Pendidikan dari Pulau Mansinam-Papua Barat

 

Pic source : idntimes.com

Apa yang terlintas di benak Anda saat mendengar 'Pulau Mansinam'? Atau, jangan-jangan, Anda bahkan belum pernah mendengarnya. Jika demikian, tak perlu kecil hati. Pulau yang terletak dekat dengan ibukota Papua Barat, Manokwari itu, memang tak sepopuler Raja Ampat. Meski demikian, pulau dengan penghuni tak lebih dari 800 orang itu tetap memiliki sejarah yang istimewa. Di pulau seluas 410 hektar inilah penyebaran Injil oleh misionaris asal Jerman bermula, sebelum akhirnya meluas ke seluruh Papua.

Kala itu, sang misionaris Ottouw dan Geissler mendapatkan surat jalan dari Sultan Tidore, yang merupakan salah satu kerajaan Islam di Nusantara, untuk menyebarkan ajaran Kristen. Sultan bahkan memerintahkan kepada kepala suku untuk melindungi mereka dan menolong jika kekurangan makanan. Peristiwa tersebut menjadi catatan tersendiri akan nilai toleransi antara umat Muslim dan Kristiani di negeri ini pada tahun 1855. Tak hanya mengajarkan ajaran Kristen, Ottouw dan Geissler juga mengajarkan budaya dan tata hidup modern pada masyarakat lokal.

Sungguh miris, daerah yang seharusnya maju dengan adanya edukasi lebih dari 150 tahun lalu itu, pada 2020 menjadi daerah dengan tingkat literasi yang sangat rendah. Masyarakatnya tercatat banyak yang tak bisa baca-tulis. Level sekolah yang ada di sana hanya sampai tingkat SD saja. Jarak tempuh dengan menggunakan perahu sekitar 10-20 menit dari Manokwari, tak jarang menjadikan guru-guru tak datang mengajar. Kalaupun datang, terkadang hanya sebentar, atau sekadar formalitas.

Hingga seorang pemuda yang dibesarkan di tanah Papua, Bhrisco Jordy, datang ke pulau itu dengan mengantongi 'Papua Future Project', proyek sukarela yang diinisiasi olehnya untuk memberantas buta huruf di pulau Mansinam.

Proyek Masa Depan Papua atau Papua Future Project, terdengar sungguh menjanjikan sebagai  sebuah harapan baru untuk salah satu pulau terluar negeri ini. Jordy sungguh miris dengan kondisi pendidikan di Pulau Mansinam kala itu (2020). Di matanya ada gap perbedaan pendidikan yang sangat besar di perkotaan dengan di daerah, kurangnya tenaga pendidik profesional dan angka buta huruf yang masih tinggi.

Jika sebagian dari kita akan menunggu bantuan pemerintah atas sebuah isyu yang menimpa masyarakat, tidak demikian dengan Jordy. Dengan jiwa mengajar yang terpatri di jiwanya, pemuda lulusan President University ini merancang program pendidikan yang dirasa paling pas untuk anak-anak di Pulau Mansinam. Tercetuslah 'Papua Future Project' yang fokus untuk mengenalkan literasi dan memberikan bimbingan belajar kepada anak-anak Papua yang belum menguasai pelajaran dasar di wilayah 3T (terdepan, tertinggal, dan terluar).

Jordy menerapkan sistem pembelajaran holistik di sana. Menyadari bahwa para guru yang mengajar pun belum memahami hal ini, maka ia pun mengadakan pelatihan pembelajaran holistik dan mengenalkan Kurikulum Merdeka pada para guru. Anda tidak salah baca, bahkan saat itu para guru di Mansinam masih menggunakan kurikulum lama, karena pelatihan Kurikulum Merdeka belum mereka dapatkan.

Awalnya Jordy hanya bergerak di pulau Mansinam. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya team, ia lalu memperluas jangkauannya hingga berhasil memasuki 14 kampung. Ada 45 anak yang berhasil dididik dalam project yang digagasnya ini.

Jika Anda bertanya pada Jordy, apa sih yang paling dibutuhkan oleh anak-anak Papua khususnya Pulau Mansinam? Pemuda itu akan dengan tegas menjawab tertinggalnya pendidikan di daerah ini yang disebabkan oleh hal yang kompleks mulai dari letak geografis, tenaga pendidik yang minim serta fasilitas.

"Jika di daerah lain pada ngomongin kecanduan gadget, di situ bahkan blm ada jaringan HP," ungkap Jordy.

Niat baik dan kerja keras, lambat laun akan menemukan jalannya. Dengan memenangkan Anugerah 'Apresiasi Satu Indonesia Award' dari Astra pada tahun 2022 lalu, kini Jordy bisa sedikit bernapas lega. Satu demi satu publikasi akan project yang digagasnya, bermunculan. Selanjutnya tak sedikit pihak yang akhirnya terbuka matanya akan perjuangan pemuda ini dan bersedia ikut membantu, baik dari perorangan, pemerintah daerah, Gubernur Papua Barat bahkan UNICEF.

Jordy bekerjasama dengan NGO tersebut untuk memperkuat pondasi literasi, pendidikan karakter serta bahasa Inggris. Sehingga bisa jadi solusi bagi masyarakat. Selain itu juga menjadi wadah bagi para pemuda untuk melakukan perubahan. Jordy yakin, pemuda adalah tonggak perubahan. Tapi tentu bukan sembarang pemuda, melainkan mereka yang terdidik dan terlatih. Hasilnya kini sebanyak 725 anak sudah mendapatkan dampak dari pendidikan yang digagas olehnya melalui Papua Future Project.

"Sederhana saja, paling tidak jika mereka mampu membaca dan menulis, maka apabila ke pasar di luar pulau, mereka tak akan dibodohi orang." Begitu harapan Jordy.

Dua tahun berjuang di Mansinam, apa yang didapat Jordy? Bukan materi untuk memperkaya diri, semuanya sukarela dari kocek sendiri. Namun Jordy mengaku puas sejauh ini dengan pencapaian yang didapat. Love Language berupa semangat anak-anak Mansinam yang menyambut perahunya dan menyiapkan beragam papan tulis dan alat pembelajaran lainnya setiap mereka berkunjung, menjadi pemantik motivasi tersendiri dalam dirinya untuk terus berjuang mencerdaskan mereka.

Jordy yang kini dibantu oleh rekan-rekan relawan, membuat video-video pembelajaran untuk anak-anak Mansinam dan meng-upload-nya di Youtube. Pada mereka juga diperlihatkan dan diajarkan cara mengetik di laptop, hingga mereka tahu teknologi modern di luar kampungnya.

Impian Jordy masih panjang. Jika kini baru 14 kampung yang bisa ia jangkau, kedepannya di tahun 2025 ia berharap bisa menjangkau 100 kampung dan memberikan pendidikan yang merata di setiap titik tersebut. Jordy juga berharap bisa membentuk badan hukum dari gerakan yang diinisiasinya saat ini, agar bisa menjangkau lebih banyak orang dengan SOP yang lebih tertata. 

Sederhana saja, dengan seluruh upaya yang dilakukannya, ia ingin masyarakat Papua merdeka dari buta huruf. Maka saat untuk pertama kalinya ada anak Mansinam yang bisa menulis dan membaca namanya sendiri, Jordy sungguh merasa lega. Perjuangannya tak sia-sia.

Di mata saya, pemuda dengan ide brilian macam Bhrisco Jordy hanya perlu konsisten dalam meraih impiannya terkait kesetaraan pendidikan anak-anak di daerah 3T. Selanjutnya satu dekade yang akan datang, boleh jadi ia adalah kandidat terbaik sebagai Menteri Pendidikan di negeri ini.

Terimakasih Jordy, Indonesia membutuhkan banyak pemuda dengan dedikasi tinggi seperti Anda.


Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu