Skip to main content

Haii Selamat Ulangtahun Republik Indonesia!




Siang ini saya sama anak gadis nge-mall. Berdua aja? Niatnya mah me-time, sendirian. Apa daya bocah satu ini ngotot minta ikut. Yaudahlah angkut aja. Jadi judulnya Girls time.

Entah udah berapa lama saya nggak nge-mall, tapi pemandangan di mall siang ini lumayan ngenes. Banyak tenant yang sepi pengunjung. Bahkan tempat makan pun, cuma beberapa yang ramai. Ada yang udah pelayannya berdiri di depan resto, manggil-manggil dengan mempromosikan dagangan mereka, tapi isi restonya tetap sepi. Paling hanya satu dua pengunjung.

Di supermarket juga gitu. Sepi banget. Pramuniaga banyak yang berdiri sambil ngelamun atau sesekali ngobrol sama temennya. Cuma satu meja kasir yang dibuka, lainnya dirantai.

Ada satu yang lumayan ramai, yaitu jasa kursi pijat. Saya yang jalannya pincang, dengan cepat menarik perhatian.

"Pijat dulu, Bu? Setengah jam cuman sepuluh rebu."

Ish, bisaan aja nyari konsumen. Tapi maaf ya, Pak. Saya enggak lagi kepengen dipijat. Takut tulangnya makin menjauh gesernya.

Setelah makan, shalat dan lainnya, kami balik ke lobby mo pulang.

Nah di lobby ini, pas kami dateng lagi ada pertunjukan 17an. Lakonnya Gatotkaca sama Srikandi. Di depan panggung ada lomba menggambar anak-anak. Saat pulang, pertunjukannya udah selesai. Dan wuss sepi kaya nggak ada apa-apa sebelumnya.

Saya mencoba husnuzhan, mungkin ini cuma fenomena tanggung bulan. Atau orang-orang sekarang udah nggak terlalu suka nge-mall. Lebih suka piknik ke alam. Atau karena lagi #HUTRI , maka banyak yang lagi ikut lomba balap karung, kelereng dan panjat pinang.

Ah iya kali gitu.

Sampai akhirnya di perjalanan pulang, saya melihat ada beberapa mobil yang diparkir di pinggir jalan ditempeli tulisan #Dijual

Perasaan sebelumnya nggak gini, deh. Mobil yang parkir di pinggir jalan utama itu biasanya sewaan.

Trus, di lampu merah, jumlah pengamen, badut dan pedagang asongan makin banyak.

Udah selesai? Belum.
Di kaki lima, banyak pedagang dadakan yang nggak pakai spanduk. Bahkan tadi ada seorang ibu dengan anaknya yang gelar tikar berjualan ala kadarnya. Kayanya makanan kecil, deh.

Inhale ... Exhale ...
Negeri ini sedang tak baik-baik saja 🥹

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu