Skip to main content

Saat Ibu Puitis Bertemu Anak Logis


Apakah saya selalu berhasil dalam mendidik khususnya memotivasi anak? Enggak lah, nggak sedikit gagal. Tapi saya selalu yakin, kalau kegagalan itu ... ya gagal aja. Eh, maksudnya keberhasilan yang tertunda.

Salah satunya kemarin, saat si nomor dua pulang main bola dalam keadaan nangis. Katanya dia dikatain bo doh lah, be go lah dll. Karena pas jadi kiper kebobolan 2x.

Saya peluk dia. Saya bilang, "Bil, setiap pemain bola hebat, pasti juga pernah gagal dulunya. Eh gak cuma dulunya deng, ingat gak waktu Ronaldo kalah di pildun? Dia nangis, sedih, orang-orang pada ngatain. Masa pemain nomor satu dunia kalah?"

"Iya sih tapi sakit banget dikatain kasar itu."

"Iya paham, pasti gak enak. Tapi kuat, kamu harus berjuang. Mereka mungkin punya harapan yang besar sama kamu, makanya pas kalah langsung gitu. Beda sama kalau mereka nganggap kamu anak bawang. Pas kalah ya udah, gak ngarep menang juga. Kaya pohon lah, Bil. Katanya semakin tinggi, akan semakin banyak yang ngelemparin."

"Kenapa?"

"Karena mau buahnya. Kamu tau pohon cabe kan?"

"Tau."

"Tau pohon mangga?"

"Tau."

"Kira-kira, kalau orang mau buahnya, yang dilemparin pohon cabe apa mangga?"

"Nggak ada."

"Kok gitu?"

"Ya tinggal panjat, ngapain dilemparin? Atau pake galah, atau tangga."

"Eh ya nggak gitu maksudnya. Kalau nggak ada galah, nggak ada tangga, gak berani manjat? Kan cara termudah, dilempari. Beda sama cabe, petik aja langsung."

"Ya beli aja kalo gitu sih."

"Ah yaudah lah terserah kamu."

Anak itu pun berlalu, pergi main bola lagi. Entah masih sedih atau gak. Entah nasehat tadi masuk atau gak.

Meninggalkan saya yang mikir, ntar kalau memotivasi anak ini, perlu pakai perbandingan lagi gak ya?

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu