"Kenapa sih, kamu sama kakak kamu gak bisa akur? Ada aja debatnya. Udah pada gede juga, kaya anak kecil aja." Ibu lagi-lagi menanyakan hal itu padaku. Seperti sebelumnya, aku cuma bisa diam dan berlalu.
Namaku Tara. Aku seorang ibu dengan dua anak. Usia tiga puluh enam. Ibuku benar, bahwa aku tak pernah akur dengan kakak lelakiku. Tak akan pernah bisa, kurasa. Hanya saja, baik ibu, bapak dan siapapun itu, tak ada yang tahu penyebab pastinya. Karena aku menguncinya rapat-rapat.
Kala itu aku masih SMP, saat peristiwa traumatis ini kualami. Aku sedang mandi pagi, tiba-tiba merasa bahwa seseorang mengawasiku. Saat kulihat sekeliling, ternyata benar, kakakku mengintip! Kamar mandi di rumah kami yang sederhana itu memang tak tertutup sampai plafon. Sehingga ada sedikit celah yang memungkinkan orang, jika ia naik ke bangku tinggi atau tangga, untuk bisa mengintip. Dan itulah yang dilakukan oleh kakakku.
Malu, takut, sedih, kesal dan entah apa lagi berkecamuk dalam diri ini. Rasanya ingin menjerit, lapor pada ibu. Tapi tak tau kenapa, mulut ini terasa kaku dan kering. Aku tak punya daya bahkan untuk mengadu. Yang bisa kulakukan kala itu hanya menangis, menyalahkan diri.
Kupikir itu adalah mimpi buruk tapi nyata yang terbesar dalam hidupku. Tapi aku salah. Setelah kejadian itu, sekali pernah aku terbangun dari tidur dan mendapati kakak lelakiku sedang menyentuh bagian-bagian paling pribadi tubuhku. Aku terkejut. Ia langsung pergi meninggalkanku.
Lagi-lagi otak dan mulutku tak bekerja selaras. Aku ingin berteriak, mengadu bahkan memu kul kakakku. Namun apa daya, kembali hanya tangis yang mampu kulakukan. Hingga puluhan tahun berlalu, kisah ini tak juga diketahui orangtuaku. Sungguh hanya aku, kakak dan Allah yang tahu.
Trauma. Sejak itu aku tak bisa melupakan kejadian tersebut. Aku membenci diriku yang rasanya kotor sekali. Aku juga membenci kakakku. Hingga apa yang dikatakannya, tak pernah kupedulikan. Kalau bisa ya dibantah saja sekalian. Entahlah kakakku paham atau tidak, bahwa kejadian-kejadian itulah pemicunya.
Tiap melihat wajahnya, ada bagian dari diriku yang rasanya ingin menghan-curkannya. Tapi di sisi lain aku tahu bahwa itu mustahil. Pada akhirnya aku hanya bisa membawa ini pada Sang Pencipta. Mengadukannya dalam setiap sujud. Meminta-Nya menghapuskan luka lama yang tak kunjung sembuh.
❤️
Cerita ini terinspirasi dari kisah nyata yang diceritakan oleh salah satu peserta kelas #MembasuhLukaMengasuhDenganBahagia
Saya terus terang saja speechless saat membaca curhatnya. Ya Allah, selamatkan ia, bahagiakan ia, angkat pedihnya, selamatkan keluarganya, jaga lisannya, gantikan dengan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Karena memang nggak mudah kok melepas trauma, apalagi jika pelakunya masih keluarga. Perlu hati seluas samudera untuk melakukannya.
#tazkiyatunNafs salah satu cara yang bisa kita lakukan. Membersihkan jiwa, memperbaikinya dan menumbuhkannya agar menjadi lebih baik sehingga bisa mengembangkan beragam potensi.
Ini bisa dilakukan sendiri maupun dengan bantuan ahli, dengan pemuka agama atau psikolog.
❤️
Menyembuhkan luka batin sendiri, mungkinkah? Sangat mungkin! Bukankah Allah berjanji bahwa setiap ujian akan disesuaikan dengan kapasitas hamba-Nya? Bukankah pula janji-Nya bahwa ada kemudahan bersamaan dengan kesulitan? Kuatkan tekad dan rapatkan diri dengan beragam amal shalih hingga tak berjarak dengan Allah.
Jika memilih #healing sambil berdoa di tempat paling mustajab, boleh jadi #Umroh Tazkiyatun Nafs bersama Ustadzah Sayyidah Murtafiah Djauhar ini adalah salah satu solusi untuk menguatkan jiwa yang sedang terluka karena kisah perih di masa lalu.
Bersujud di Masjidil Haram, memanjatkan doa di #multazam dan #raudhah sambil napak tilas perjuangan para nabi yang tentunya penuh dengan tantangan. Semoga bisa menjadi asbab tumbuhnya ridha atas takdir-Nya.
Sila mendaftar ke ☎️ wa.me/628179279177
Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷
Comments
Post a Comment