Skip to main content

Sehari Bersama Anak Gadis



"Ade mau ikut Bunda!" Anak gadis memutuskan dengan tegas saat saya dan suami memberi pilihan, hari Ahad mau ikut aksi bela P4lestine sama Ayah atau kajian ke Bintaro sama Bunda?

Tarik napas, hembuskan ...
Jika saat usianya 2 tahun saja saya berani naik kereta Bandung-Jakarta hanya berdua saja, kenapa kali ini harus gentar? Manakala usianya sudah nyaris 3 kali lipat.

Perjalanan kami pun dimulai, jreeng!

Start dari Stasiun Bojonggede, perasaan udah gak enak. Nih anak ngomong melulu nggak kelar-kelar. Yaa Allah padahal hamba berniat merem tipis-tipis di kereta.

"Liat, ada pohon pisang banyak banget!"

"Itu bunga pink kesukaan Bunda!"

"Wow kereta yang ke arah sini ngebut bangeet!"

"Liat, mobil sama motornya pada antri pas kita mau lewat!"

Begitulah, dia mengomentari segala yang diliatnya sepanjang jalur menuju Manggarai.

Oya nyaris lupa, pas denger suara yang menyebutkan nama stasiun dan peringatan pada penumpang, masa dia bilang gini, "Bun, suaranya kaya suara Ayah ya?"

"Enggak ah."

"Bener Bun, suara Ayah! Apa jangan-jangan Ayah kerja di kereta gak bilang sama kita ya?"

Hoeeey, ya nggak mungkin lah, Maria Mercedez! Tapi saya senyum aja pas orang sekitar pada ketawa.

Saya pikir, ntar kan di Manggarai jalan agak jauh tuh untuk naik kereta selanjutnya ke Tanah Abang. Mungkin di situ dia udah agak capek, trus duduk tenang. Semoga aja.

Di tangga atau eskalator, saya ngajarin dia untuk jalan/berdiri di sisi kiri, karena sisi kanan untuk mereka yang sedang tergesa. Oke sip dia paham, gak banyak nanya.

Dugaan saya salah, anak itu nggak capek. Dia masih berisik aja sepanjang perjalanan Manggarai-Tanah Abang. Salah satu pertanyaan yang bikin penumpang lain ngikik adalah, "Kenapa namanya Tanah Abang? Gak ada gitu Tanah Ade, Tanah Bunda? Tanah Ayah atau Tanah Aa? Curang banget Abang."

Hoo ya Allah, ntar kita belii!

Perjalanan Tanah Abang-Jurang Mangu ternyata lebih horor.

"Ade laper, Bun. Huu huu Ade laper."

Berasa jadi ibu berdosa gak sih, gak ngasih anak makan? Padahal suwer sebelum pergi anak itu udah sarapan banyak.

Syukurnya perjalanan itu gak sepanjang rute yang pertama. Begitu sampai di stasiun terakhir, saya segera nyari minimarket, izin ke bapak taksol.

Tau nggak apa yg dia ambil? Setelah ribut bilang laper dengan muka memelas, kirain bakal beli roti atau biskuit. Enggak dong, dia ambil citato sama susu. Howey, emang kenyang?

Sambat, eh ... sabaar!

Nyampe rumah Ustadzah awalnya manis menggambar pake buku dan pensil yang dia bawa dari rumah. Betapa bahagianya dia pas ditambahin spidol sama Ustadzah, plus dikasih bolpen yang ada parfumnya. Meski gegara salah buka, parfumnya tumpah ke baju ibunya. Halaah ...

Tapi jangan dulu seneng, ternyata itu gak tahan lama. Anak itu mulai bosan. Dia ke teras, main sama kucing. Kucingnya pergi, dia mulai riweuh lagi.

Alhamdulillah terselamatkan pas ada Icam, putera bontot Ustadzah. Sepantaran kan mereka, jadi main bareng. Udah seneng aja saya, kirain mau sama-sama menggambar, saat keduanya pegang spidol. Enggak dong, ternyata Icam ngajakin main naik-turun sofa. Anak gadis yang terbiasa main begitu diajarin kakak-kakak bujangnya, ya langsung klop.

Saya bilang, "De, turun. Nanti jatuh."

"Enggak, Ade hati-hati kok."

Grrhhh! Pengen ngunyah bakso uraat rasanya!

Pas kami lagi ngobrol, tiba-tiba dia minta apa gitu. Saya minta sabar, ntar dulu. Eh dia nyeletuk dong, "Gini amat punya Bunda ya ampun, kenapa Ade jadi anak Bunda sih?"

Drama banget gak sih?

Pas ditawarin makan siang, dia geleng-geleng dong. Padahal udah diambilin. Alasannya kenyang makan citato, minum susu dan jeniper dari Ustadzah. Mau gak mau saya yang abisin isi piringnya yakan? Sebenernya sih mayan juga jadi gak perlu malu-malu nambah, secara bunga pepaya + terinya enak banget masya Allah. Blessing in disguise.

Cuma dalem hati ngegeremet, awas nih bocah kalo ntar di jalan ribut laper lagi!

Pendek kata kami pulang. Dari Pondok Ranji (iya pulangnya dari situ, dianter sama ayang beb-nya Ustadzah sampai stasiun) sampai Manggarai semua baik-baik saja. Dalam artian anak itu gak ngeluh cape, ngantuk atau lapar. Udah bisa jalan sebelah kiri di tangga/eskalator gak luar-leor kaya ular.

Tapi pas naik kereta ke Bogor, subhanallah penuh banget. Di tempat duduk prioritas pun kami gak kebagian. Alhamdulillah ada ibu-ibu umur 50an yang nawarin mangku dia. Ya mayan sih jadi gak usah megangin dia, takut jatuh pas berenti.

Eh baru aja kereta jalan, mukanya udah ruwet.

"Ade mau pipis, gak tahan."

Rabbanaa ...

Walhasil kita turun di Cawang, sekadar ke toilet."

Baru di perjalanan terakhir dia gak bawel, mulai cape katanya. Tapi saking capeknya, dia gak mau duduk di kursi, padahal kebagian.

"Ade ngantuk, mau dipangku aja, biar enak nyendernya."

Dan dia beneran tidur beberapa menit.

Sampai ketika terdengar suara, "Stasiun Citayam."

Anak itu teriak, "Hore, satu lagi sampee!"

Demikianlah. Sampai rumah dia langsung heboh cerita ini itu sama ayahnya sambil ngeluarin aneka oleh-oleh.

Saya? Rebahan lah jelas.

"Bun, I'm happy. Lain kali kalau jalan-jalan agak jauh, Ade diajak lagi ya. Bener kan Ade tepati janji gak rewel?"

Bunda be like 💤💤💤💤

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu