Pagi ini si nomor dua rungsing. Pasalnya, target hafalan dia kurang satu ayat. Ini disebabkan kami yang tidur lagi bada subuh.
Jadi kami udah janjian mau murajaah jam 4 pagi. Cuma karena ini Senin, jam segitu tadi kamu sahur. Lepas sahur, shubuh, qadarullah saya yang semalam kurang tidur, ngantuuk banget. Akhirnya saya minta izin tidur sampai setengah 6. Ok dia setuju. Sementara sekitar 40 mnt dia akan menghafal satu ayat.
Rupanya setelah saya tidur, gak lama dia juga ngantuk. Suami yang nggak tau kalau dia lagi berjuang menambah ayat terakhirnya plus kami punya janji setengah 6, menyuruhnya tidur dulu aja. Gak pakai lama, dia nyenyak setelah menyimpan Qur'annya.
Jam 6 kerusuhan itu dimulai. Si nomor dua nangis karena target satu ayat terakhirnya belum dia hafal. Yang disalahkan jelas ibunya. Dalam hati sebetulnya pengen ngomel, "Hooy Bunda nih kurang tidur lho! Biasanya mah seger karena udah mandi dari sebelum subuh kalau tidurnya cukup mah!"
Tapi urung. Saya tarik napas dan bilang, "Maaf A, Bunda yang salah. Mestinya bada subuh tadi nggak tidur lagi. Tapi qadarullah ngantuk sekali, semalam Bunda nggak bisa tidur, baru tidur sekitar setengah satu. Jadi pas sahur tadi baru tidur tiga jam. Maaf ya?"
"Tapi kan tanggung banget, satu ayat terakhir!"
"Paham. Pasti Aa kecewa banget ya?" Mulai diterima perasaannya.
Dia ngangguk.
"Gemmees ya?"
"Ya iyalaah!" Keliatan banget keselnya, dia lempar boneka adiknya ke lantai. Saya ambil dengan gerakan cepat, taruh kembali di kasur.
"Dengerin, kita kan insya Allah lagi puasa. Bunda akan dhuha, mendoakan Aa secara khusus semoga dimudahkan urusannya. Manatau nanti Allah bikin Ustadz datang telat, jadi bisa dipakai untuk menghafal yang satu ayat itu. Atau Aa bisa hafalkan pas snack time."
"Tapi kalau ngafal di sekolah suka kurang konsen."
"Ah iya, berisik ya? Tapi mudah-mudahan Allah bikin tenang hari ini. Sini peluk."
Ini jurus pamungkas, jam terus bergerak. Bisa kesiangan nurutin dia ngomel.
Anak itu maju, memeluk meski masih berjarak.
"Bismillah Aa sudah berusaha keras sepekan terakhir, Allah yang urus hasilnya. Akan penuh kemudahan yang tak terduga, insya Allah."
Masih sambil rungsing dia ambil tasnya dan pamit.
Huwaa legaaa, masya Allah alhamdulillah!
Saya pernah menghadapi kasus serupa dengan kalimat, "Ya salah kamu dong, kan Bunda udah bla bla bla. Coba, kamu bla bla bla gak?"
Failed, Bestie. Malah bikin anak makin tantrum.
Intinya, meminta maaf, memvalidasi perasaan dan mendoakan. Libatkan Allah dalam prosesnya.
Sekadar pengalaman, semoga berguna untuk teman-teman.
Boleh sharing pengalaman teman-teman terkait hal serupa, supaya bisa saling melengkapi.
Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷
Comments
Post a Comment