Skip to main content

A Letter to My Father, The King



Dear Papap

Hari ini aku tiba-tiba merindu. mengingat seluruh masa kecil sekian dekade yang lalu.

Sejak lahir, kita jarang ketemu. Gak kaya teman-teman yang bisa ketemu ayah mereka setiap malam selepas bekerja. Papap yang harus mencari nafkah di kapal, mau tidak mau baru bisa kutemui setelah kalender berganti.

Sering rasa rindu hadir, mengajak teman-temannya mulai dari sedih, insecure atau kesepian. Saat orang lain bepergian di akhir pekan bersama ayah mereka, aku hanya berdua Mamam.

Fatherless

Isyu yang merebak belakangan, mengatakan negeri ini sebagai 'Fatherless Country' karena ada Ayah namun terasa tiada karena abai. Membuatku lantas menatap ke dalam diri.

Oh tidak seperti itu. Aku memang terkadang kesepian, tapi kuyakin itu bukan Fatherless. Papap selalu hadir di tengah kami melalui surat setiap pekan. Adakalanya panjang, kadang hanya selembar kartu pos. Keduanya memuat kalimat penuh perhatian dan kasih sayang yang terangkai indah. Cukup untuk melepas rindu.

Tahukah Papap, ketiadaan sosok ayah dalam jangka waktu lama, membuat diri ini terbentuk jadi sosok mandiri yang belajar menyelesaikan masalahnya sendiri. Ya Pap, sejak memasuki masa baligh, aku akhirnya mulai mengerti perasaan Mamam. Menjalani pernikahan jarak jauh itu berat. 

Jadi aku mulai belajar tak menambah beban dengan segala rengekan. Cuma satu yang belum kutau caranya kala itu, memangkas sifat keras kepala. Tak jarang aku berdebat dengan Mamam perkara remeh. Perkara yang biasanya cepat terselesaikan dengan kebijaksanaan Papap.

Pap, usiaku memasuki kepala empat. Papap pun kian melemah dengan rambut memutih. Tapi sungguh, cinta pertama dan idola dalam hidup aku belum bergeser.

Papap, lelaki yang menjadikan isterinya ratu dan anak-anaknya puteri. Yang mencintai dan menjaga kami selalu dalam setiap hela nafas melalui dzikir.

Papap yang tak pernah lelah mendengar celoteh kami. Tanggap membujuk kala kami merajuk. Tegas tanpa ngegas jika kami melanggar syariat.

Terimakasih sudah membentuk kami laksana karang yang tetap kokoh meski senantiasa diterjang ombak.

Salam sayang,

Pritha Khalida


#hariayahnasional

#hutgigaindonesia #gigaindonesia #ayahtahgguh #ayahhandal

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu