Skip to main content

Saat Teguran Allah Menyapa


Siapa yang suka mikir, mendidik anak-anak itu susah? Saya salah satunya.

Tapi adakalanya saya balik pemikiran itu, jangan-jangan anak-anak saya juga punya pemikiran, alangkah susahnya punya Ibu kaya saya 😔

Well, beberapa hari belakangan, entah kenapa jadwal tidur saya berantakan. Malam susah lelap, subuh susah bangun. Jangan tanya tahajjud, lewaat.

Astaghfirullah
Astaghfirullah
Astaghfirullah

Allah Maha baik. Di tengah kondisi kaya gini, semalam saya dikasih sakit kepala yang subhanallah. Sampai segala mual terasa.

Yang rencananya bada Isya mau menyimak hafalan dan malamnya mau menemani anak nonton pertandingan sepak bola, langsung saya batalkan.

"Bunda izin tidur duluan. Tolong kalian cek kunci pintu, pagar, lampu. Gelas ditutup smua. Sama lainnya tolong ya."

Anak-anak bujang iya iya aja, sementara anak gadis sudah tidur duluan.

Jam 3.30 saya terbangun dalam kondisi sehat wal afiat. Bisa langsung mandi kaya kebiasaan sebelumnya.

Masya Allah tabarakallah
Rupanya sakit kepala berat semalam jadi cara Allah untuk mengembalikan ritme tidur saya. Benar ya, adakalanya nikmat Allah itu berupa rasa sakit, kekurangan, kehilangan. Pokoknya apa-apa yang nggak menyenangkan. Kita gak suka, karena belum tau hikmahnya.

Selesai mandi liat kamar anak bujang, salah satunya lagi menunaikan tahajjud. Masya Allah, mau nangis rasanya. Saya yang ngajarin, tapi saya sendiri melewatkannya. Faghfirlii ya Rabb.

Selesai subuh, membangunkan bujang satunya. Saat saya masih dzikir, anak itu udah siap dengan Qur'an di tangannya, mau nambah hafalan katanya. Masya Allah, lagi-lagi saya merasa di-plaak. Hey Prith, anak ini yang beberapa tahun lalu Al Fatihahnya kamu ajarin pagi siang sore malem, sekarang hafalannya udah lebih dari kamu. Kemana aja ibunya?

Pagi ini sambil melihat keluar jendela, mata saya basah. Ada sesal dan syukur di sana. Menyesali kelalaian akan waktu dan bersyukur karena Allah senantiasa mengingatkan dengan cara-Nya yang luar biasa.

"Sarapan apa kita pagi inii?" Satu teriakan menyadarkan, bahwa saya seorang ibu, gak bisa lama-lama kalau mau merenung.

Pritha Khalida🌷
Yang bersyukur Allah masih menegur, artinya sayang

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu