Skip to main content

The Real Superhero


-Wahai Ayah Jadilah Pahlawan Keluarga-


Viral screenshoot caption Ustadz Felix Siauw di medsos sejak kemarin (saya masukkan ke dalam gambar).

Sejak pertama membacanya, rasanya getir. Bagaimana bisa ada perempuan yang bilang, baru kali ini lihat yang namanya Laki-Laki?

Apakah sungguh telah hilang pesona gagahnya para ayah di mata anak-anak? Atau tangguhnya para suami di mata sang isteri?

Saya sejenak ingin pura-pura lupa bahwa negeri ini sedang mengalami #fatherless

Ayah ada namun tiada. Fisiknya ada tapi tanpa makna. Hadir sekadar jadi ATM atau lebih miris lagi, cuma untuk formalitas foto keluarga.

Wahai para Suami/Ayah ...

Dengarlah jeritan hati perempuan dan anak-anak yang begitu mengidolakan seorang pejuang dari Tanah yang Diberkahi. Padahal mereka hanya melihat sorot matanya.

Tidakkah engkau cemburu?

Karena seharusnya engkaulah yang menjadi pahlawan dalam keluarga. Mulai dari sosok, keimanan, akhlak dan keilmuan.

Engkaulah yang mestinya disebut-sebut oleh para isteri dan anak.

"Ah itu kan sekadar idola, seperti halnya pada artis atau tokoh terkenal lainnya, setiap orang berhak memilikinya." Mungkin ada lelaki yang kan menjawab demikian.

Jika ya, sungguh saya bertanya, Tak adakah pilu karena cemburu dalam dirimu?

Bukan cemburu khawatir isteri berpaling cinta. Apalagi anak yang keliru memanggil Ayah pada sang idola. Kalau demikian, bisa dipastikan mereka halu. Tak perlu terlalu risau.

Ini bukan perkara penampilan. Para perempuan atau anak yang mengidolakan sosok pejuang itu, tampaknya bukan tertarik pada penampilan seperti halnya mengidolakan artis, yang tampak dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Tahukah engkau, apa yang mereka kagumi dari sosok pejuang yang wajahnya tertutup kefiyeh itu? 

Sorot matanya!

Masya Allah tabarakallah

Sorot mata itu menyiratkan ketangguhan, keberanian, ketegasan serta keimanan yang batasnya hanya kematian.

Selain itu juga menjanjikan keamanan. Ia seolah berkata, "Jangan khawatir, aku akan menjagamu."

Laki banget ya?

Karena memang begitu semestinya lelaki!

Jadi wahai para lelaki, berdirilah di depan cermin. Sudahkah tampak pantulan sosok pahlawan keluarga di situ?


Salam hangat,

Pritha Khalida🌷

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu