Skip to main content

Trend Gerakan Kembali 'Remaja'

"Nunggu anak selesai disapih, cuss aku mau menikmati hidup!"

"Masa remajaku banyak aturan, duit terbatas pula. Sekarang punya penghasilan sendiri, waktunya bersenang-senang."
❤️

Begitulah beberapa komen yang saya ingat kala menonton video yang sedang viral mengenai gerakan kembali 'remaja'.

Remaja itu fase usia bingung. Galau sibuk cari jatidiri. Kalau kata Britney Spears, "I'm not a girl, not yet a woman."
Udah bukan bocah perempuan, tapi belum juga jadi perempuan dewasa.

Dalam Al Qur'an sebetulnya nggak ada masa transisi ini. Karena fitrahnya setelah selesai masa kanak-kanak ya jadi pemuda, dewasa. Sudah bisa punya anak, ya masa masih mau jadi anak-anak?

Jika mengacu pada Al Qur'an, kembali 'remaja', artinya balik ke masa-masa galau, dong?

Tapi baiklah kita samakan persepsi dulu, bahwa yang dimaksud kembali 'remaja' adalah kembali ke masa di mana bisa bebas bermain, bertualang di alam, jalan-jajan, nonton bioskop, belanja dan semacamnya tanpa diikuti oleh anak-anak.

Maka jika seperti ini, berarti mereka yang menjalaninya merasa ada yang kurang dalam dirinya. Ada fase usia yang sudah lewat tapi belum dimanfaatkan dengan maksimal. Belum puas bersenang-senang.

Rileks, yang masa mudanya bahagia sejahtera, jangan buru-buru men-judge, 'Masa remaja kurang bahagia'

Yang masa single-nya sudah tertata dengan visi misi yang jelas, bersyukurlah. Jangan tergesa mencemooh kurang ilmu, kurang iman, salah asuhan, salah gaul dan semacamnya.

Nggak sedikit dari kita yang menjalani masa lalu dengan banyak perjuangan, entah hidup dalam kemiskinan, keluarga yang 'broken home', KD-RT dan konflik lainnya sehingga saat akhirnya berhasil keluar mendapati lingkungan yang lebih baik, tapi tersadar kalau usia sudah tak lagi muda atau status bukan lagi single, merasa ada yang 'hilang'. Ada yang belum terpuaskan.

Peluk sayang untuk kalian yang sedang mengalami dan merasakan hal itu.

Saya sepakat bahwa semua 'bolong' harus ditambal. Prinsip ini berlaku mulai dari gigi sampai jalanan. Bahkan sun-del bolong pun jadinya rungsing kan, karena nggak ada yang menambal? #eh

Tapi cara nambalnya itu yang harus diperhatikan, Bestie!

Nggak juga yang misalnya waktu muda merasa gak pernah pake bikini, trus maksain pake karena pengen menikmati kembali masa muda. Padahal ya, apalagi buat muslim patokannya terkait aurat, pasti udah pada paham.

Atau waktu muda gak pernah dugem, trus anak udah beranjak dewasa umur SMP/SMA, diajakin dugem bareng biar dibilang gaul.

Nggak gitu konsepnya, hey!

Justru di usia yang sudah matang, kita mestinya sudah memiliki kesadaran penuh tentang apa yang benar/salah, baik/buruk, sopan/tidak.

Kalau ingin sekadar bertualang, ya bertualang lah ala orang dewasa. Misalnya ikut komunitas keluarga pecinta alam, camping bareng seluruh anggota keluarga. Dimana peserta lain juga sama-sama ngajak keluarganya. Ntar ada games seru yang bisa dijalani bareng.

Nggak pengen diikutin anak? Ya me time aja. Ajak tetangga, reuni dengan teman lama, janjian dengan adik/kakak/sepupu pergi ke tempat penuh kenangan saat single dulu. Anak-anak dititip dulu ke suami, orangtua atau ART. Ingat untuk memperhitungkan usia anak, kebutuhan dan berapa lama mereka bisa ditinggal.

Nggak punya support system semisal ortu jauh, suami LDR, gak punya ART ... ya sabar aja dulu. Sementara nikmati hidup dengan segala keterbatasannya. Ciptakan piknik kita sendiri, misalnya dengan menikmati secangkir kopi di sela aktivitas sehari-hari, baca buku atau nonton film favorit, nyalon, beli baju baru dan menikmati serta mensyukuri pantulan diri saat bercermin.

Lalu akhiri dengan, Alhamdulillah ya Allah, I'm alive!

Bahkan mereka yang sudah terasah kebijaksanaannya boleh jadi malah bersedih jika mengingat masa lalu. Terlalu banyak bersenang-senang dengan bermain, merasa tidak memaksimalkan masa muda dengan melakukan hal-hal yang produktif dan bermanfaat semisal menghafal Qur'an, mempelajari beragam keterampilan seperti menjahit, menyulam, menulis, membuat kue, melukis, belajar bahasa asing dan lainnya.

Well, gak ada kata terlambat kok untuk melakukan hal baik. Mau belajar bahasa asing sekarang, kenapa nggak? Mau mulai menghafal Qur'an, ya silakan saja. Mau belajar skateboard? Nggak ada yang larang. Paling perhatiin aja sih itu lutut sama pinggang. Baek-baek kecengklak.

Yang terpenting adalah : Sadari, bahwa apapun yang terjadi adalah atas kehendak-Nya. Semua skenario hidup kita sudah ditentukan oleh Allah. Semua manusia memiliki tantangan/ujiannya masing-masing.

Ada yang semasa mudanya sibuk kerja keras karena kekurangan secara finansial plus harus jadi tulang punggung. Eh pas punya anak hidupnya berkecukupan, karena telah ditempa perjuangan selama bertahun-tahun.

Ada yang dulunya gak sempat main karena dituntut atau punya target berprestasi. Gak perlu disesali juga. Coba cek, biasanya yang begini akan jadi orangtua yang bisa bantuin pe-er anak-anak-anaknya dengan mudah. Ya minimal gak mudah menyerah, Matematika sampai Fisika sikaat!

Percayalah, kalian nggak akan dibilang cupu cuma karena nggak pernah melakukan hal-hal yang 'remaja banget' saat masih single dulu. Tambal saja 'bolong' yang ada dengan segala sesuatu yang layak dilakukan oleh orang di fase usia saat ini.

Ingat untuk membimbing anak-anak kita menjalani masa kecil atau awal dewasanya dengan beragam kegiatan yang bermanfaat. Apa saja, disesuaikan dengan bakat minatnya. Anak-anak atau dewasa muda yang terbiasa sibuk dan produktif, kelak setelah menikah dan punya anak nggak akan berpikir untuk kembali 'remaja', trust me!

Yang gak kalah penting adalah: Hadir secara Mindfulness dalam membersamai anak-anak. Temani anak-anak kita di setiap tahapan usianya. Penuhi kebutuhan psikisnya dengan memeluk, mendengar curhatnya, bepergian bersama, memberi ruang aktualisasi diri dan meluruskan saat mereka mulai berbelok dari perintah-Nya.

Bantu anak-anak untuk mencapai Aqil bersamaan dengan Baligh-nya. Sesekali menceritakan pengalaman, tentu tak mengapa asal jangan membandingkan atau adu nasib.

Orangtua yang sibuk dengan mendidik dan mengasuh anak, sadar untuk mempersiapkan generasi penerus yang akan menolong saat hisab kelak, insya Allah nggak akan sempat mikir mau kembali 'remaja'. Karena bagi mereka, perjalanan harus melangkah maju, bukan mundur. Surga ada di depan, bukan di belakang.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu