Skip to main content

Rezeki Tak Terduga, Terima atau Tolak


 WAG kelas #MembasuhLukaMengasuhdenganBahagia yang saya ampu, malam ini mendadak heboh karena ada satu anggota yang tiba-tiba 'meledak'. 

Dia bercerita bahwa di kehamilan kali ini suasana hatinya demikian pekat. Pasalnya orangtuanya tak setuju ia hamil lagi. Anaknya sudah empat, ada 2 ABK diagnosa ADHD dan autis ringan. Alhamdulillah kondisi keuangan cukup, nggak berlebih maupun kekurangan.

"Aku udah lama nggak ketemu ortu, karena tau bakal gimana respon mereka kalau tau aku hamil. Eh bener aja, kemarin bapakku datang ke rumah, trus liat aku hamil, ngomongnya nggak enak banget. Seolah nyalahin aku. Padahal aku udah ikhtiar pake KB. Kalau ternyata Allah masih ngasih, gimana mau nolak?"

Teman-teman, kebayang nggak kondisinya?

Pertama tentu saya ucapkan, Barakallah. Doa agar ini menjadi berkah. Bagi saya kehadiran bayi yang nggak direncanakan itu seperti #rezekitakterduga

Tapi anak udah banyak?

Lah kan sebetulnya nggak siap, udah ikhtiar juga. 

Saya sampaikan padanya 3 prinsip dasar dalam menyikapi masalah :

1. Allah tak akan membebani hamba melebihi kapasitasnya (Al Baqarah: 286)

2. Apa yang menurut kita baik, belum tentu baik menurut Allah. Begitu pula sebaliknya (Al Baqarah: 216)

3. ”Aku menurut prasangka hamba-Ku...” (HR Bukhari dan Muslim)

Setidaknya 3 dalil ini yang menjadi penguat jika saya pribadi dihadapkan pada masalah berat. Ini yang bikin saya lebih kuat menghadapi apapun. 

Nangis, boleh

Kesel, boleh

Stres banyak makan, boleh

Apa aja boleh, asal jangan menggugat Allah, "Kenapa akuu?"

Kata Allah, "Kenapa enggak? Kamu yang sanggup."

Saya jadi teringat pernah punya sahabat jaman sekolah, seorang perempuan tangguh yang cantik Masya Allah. Dia cerita kalau ada yang memberitahu bahwa kehadirannya dulu tak diinginkan, bahkan hendak digugurkan. Pasalnya jarak dengan kakaknya rapat sekali. Upaya itu gagal, ia tetap lahir sehat.

Setelah dewasa ia jadi tulang punggung keluarga, menopang orangtuanya yang kesulitan ekonomi. Merawat orangtua pula. Bahkan konon ibunya berhijab pun atas perantara dia.

Qadarullah ia wafat di usia muda, 20an saat saya jelang wisuda kalau tak salah. Dia kan SMK, saya kuliah dia sudah kerja.

Liat ya, anak yang sebelumnya tak diinginkan, hendak dihilangkan bahkan, eh malah paling banyak kebaikannya.

Kasus ini sedikit berbeda, orangtuanya sudah ikhlas. Eh nenek-kakeknya yang belum. 

"Dosa gak sih Teh, kalau saya sementara memilih menghindar dari orangtua?"

Insya Allah nggak, karena menolak kehadiran anak tanpa ada kondisi urgent dari sisi bayi maupun ibu, kan nggak boleh. Jadi saya sarankan dia untuk menghindar sambil terus mendoakan. Tapi suaminya harus datang dan menjelaskan dengan baik. Pasang badan lah istilahnya.

Barulah ia merasa lebih tenang. Masya Allah Alhamdulillah.

Teman-teman, tanpa perlu me-mention orangnya, saya yakin dia baca. Maka yuk komen yang baik dan menguatkannya. Sharing pengalaman juga boleh. Semoga bisa menjadikannya lebih tangguh dan ridha. Insya Allah jadi pahala juga untuk teman-teman.


Salam hangat,

Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap...

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu...

Ngobrol bareng Maba Psikologi Gunadarma

Berasa muda belia lagi gak sih ketemu para maba kinyis-kinyis begini? Hahaha, syukur keburu sadar, kalo saya mungkin banget seumuran mama-mama mereka. Ini smua dimulai dari wa Mba Prihatiningsih Mb 1-2 pekan yang lalu. Katanya puteri beliau sama teman-temannya dapet tugas kuliah, nyari narsum untuk diwawancarai. Syaratnya, lulusan Psikologi yang sekarang berkecimpung di bidang tersebut. "Mba Pritha, berkenan ya jadi narsum dan berbagi pengalaman sama mereka?" Hmm, bukan perkara berkenan atau nggak, tapi layak gak sih? Itu poinnya. Iya saya Certified untuk parenting khususnya ranah Pendidikan Aqil Baligh, Remagogi dan Fitrah Based Life-Education. Pernah nulis satu buku parenting, beberapa kali juga diminta jadi pembicara seputar topik tersebut. Cuma maksudnya kan masih banyak gitu lho mereka yang memang Psikolog, HRD dan profesi lainnya yang Psikologi banget plus pastinya magister. Tapi karena dibilang untuk sekadar cerita kenapa dulu ambil Psikologi, impact-nya un...