Skip to main content

Salah Kaprah tentang Golden Age pada Lima Tahun Pertama

 

Kita pasti pernah membaca jargon iklan susu formula atau makanan tambahan untuk balita yang bunyinya kurang lebih seperti ini,

"Maksimalkan Golden Age anak dengan nutrisi terbaik."

Atau iklan mainan/buku edukatif untuk balita, "Stimulasi kecerdasan anak di lima tahun pertamanya."

Intinya yang mengajak para orangtua untuk memberikan nutrisi dan stimulasi terbaik untuk anak-anaknya di usia balita. Usia yang disebut-sebut sebagai #goldenage yang tak akan terulang kembali. Fase usia yang akan menentukan baik tidaknya perkembangan anak di fase-fase perkembangan selanjutnya. 

Benarkah demikian? 

Lantas, jika tumbuh kembang anak di fase lima tahun pertamanya tak mendapatkan stimulasi atau nutrisi yang optimal, apakah kelak pertumbuhannya akan tak maksimal?

Secara fisik, golden age penting untuk diperhatikan oleh orangtua karena pertumbuhan anak berkembang begitu pesat di fase ini. Penelitian mengatakan sekitar 50% kecerdasan manusia mulai terbentuk di usia 4 tahun.

Ada 6 poin penting masa Golden Age pertumbuhan anak yang sebaiknya diperhatikan secara serius :

1. Perkembangan motorik halus

2. Perkembangan motorik kasar

3. Perkembangan kognitif

4. Kenali gangguan tumbuh kembang

5. Mengenali potensi anak

6. Mendukung potensi anak

Tentu sangat baik untuk bisa memenuhi nutrisi anak sesuai dengan kebutuhannya. Ini akan memberikan pengaruh positif bagi tumbuh kembang fisik maupun kognitifnya. Secara emosi, nutrisi tepat bergizi seimbang pun akan memberikan efek positif. 

Pernah dengar kan ada makanan-makanan tertentu yang bisa jadi mood booster, misalnya seperti dark chocolate dengan kandungan polifenolnya yang bisa mengurangi depresi, atau alpukat yang kandungan vitamin B6 dan asam folat ya bisa memproduksi serotonin pada otak, sehingga jadi lebih berstamina dan tak mudah lelah.

Demikian pula halnya dengan stimulasi. Mengajak anak bermain atau membacakan buku dengan cerita yang baik, akan merangsang tumbuh kembang motorik dan kognitif serta kecerdasan emosinya.

Namun ada poin yang tak jarang keliru dipahami oleh para orangtua. Karena berpatokan bahwa Golden Age itu sekali seumur hidup (hanya di fase usia 0-5 tahun), acapkali orangtua seolah 'menumpahkan' terlalu banyak proses belajar pada anak-anak mereka.

Mumpung Golden Age, ajari menghafal Al Qur'an.

Mumpung Golden Age, masukin les olahraga seperti berenang, memanah dan berkuda

Mumpung Golden Age, ikutin les musik agar bisa menstimulasi otak

Dan aneka 'mumpung' lainnya.

Jika terlalu banyak, ini bukannya baik dan bikin anak jadi multitalenta, tapi seperti bumerang yang malah akan membuat anak lelah akibat stimulasi yang berlebihan. 

Mungkin banget kok ada anak yang memang tampak berbakat sejak usia dini, yang apabila distimulasi maka bakatnya akan terlihat makin bersinar. Tapi jangan lupa untuk memperhatikan daya tahan fisik dan mentalnya. Nggak usah maksa dengan berprinsip, "Kalau anak orang bisa, kenapa anakku enggak?"

Gak gitu ya, Ayah Bunda. Kemampuan anak-anak kan beda-beda. Adik-kakak aja bisa jauh bedanya, apalagi anak tetangga yang ibu, bapak, kakek dan neneknya beda. Mulailah belajar untuk legowo. Kaya gini misalnya, "Kalau anak orang hafal Qur'an di usia 5 tahun dan anak kita masih merangkak di Juz Amma, ya Alhamdulillah. Dia lebih suka menggambar atau main bola. Dan itu juga baik."

Kan anak kita juga gak pernah bilang, "Kalau Chef Renata bisa masak sedap dan estetik, kenapa Mamaku nggak?"

Mereka menikmati aja masakan mamanya yang mungkin kadang gosong, kadang keasinan dan segala cela lainnya.

Ketimbang bingung harus 'menjejali' anak dengan beragam stimulasi, akan jauh lebih baik untuk lebih dulu mengenalkan anak pada Sang Pencipta. Menggambarkan betapa Rabb-nya itu Maha Pengasih, Penyayang, Pemberi rezeki, Pemaaf dan sifat-sifat baik lain yang dimiliki oleh-Nya.

Khususnya anak muslim, tak perlu digegas untuk segera bisa shalat dengan khusyu dan ditegur jika masih kurang baik. Ingat, dalam Al Qur'an saja anak dianjurkan untuk diajarkan shalat pada usia tujuh tahun. 

Duh, nanti telat dong kalau nggak diajari sejak dini?

Ya nggak gitu konsepnya. Allah Maha tahu bahwa usia dini adalah waktunya bermain, mengeksplorasi alam dan lingkungan terkecil yaitu rumahnya, belajar mengetahui nama benda dan fungsinya, belajar menguatkan kepemilikan (sehingga anak usia dini tak perlu diajar berbagi atas dasar adab), belajar memahami anugerah Allah, salah satunya adalah pemahaman gender dan bangga dengan jenis kelamin dirinya. Semisal anak laki-laki mengatakan bahwa dia Superman atau anak perempuan suka bermain peran jadi ibu.

Jika seluruh proses belajar ini selesai di usia dini, maka pada fase usia selanjutnya akan berpengaruh positif pada tumbuh kembangnya. Salah satu contoh sederhana, anak yang dipuaskan proses belajar kepemilikan dengan dihargai egosentrisnya yang tak mau berbagi miliknya dengan orang lain, akan lebih tegas terhadap hal ini dan tak mudah dirayu oleh lawan jenis di usia belasan setelah baligh.

Mengenai ibadah pun tak jauh berbeda. Jika anak sudah cukup mengenal kebaikan Rabb-nya di usia dini, maka akan lebih mudah menyuruhnya shalat di usianya saat lebih besar. Dia akan paham kalau shalat itu kebutuhan, untuk selalu terkoneksi dengan Allah, bukan kewajiban yang menyiksa.


Salam hangat,

Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu