Skip to main content

Kakek yang Selalu Berkecukupan


 Ada seorang lelaki tua yang sudah tak lagi produktif, tapi atas izin Allah, tak pernah kekurangan secara materi. Alih-alih kekurangan, ia bahkan masih bisa berbagi dengan orang lain. Hingga sang cucu heran dan mempertanyakan, dari mana kakeknya punya uang?

"Dari Allah." Selalu kakeknya menjawab demikian. Cucunya yang kritis nggak puas dengan jawaban itu. Ia lantas mencari tahu.

Dari neneknya akhirnya ia menemukan jawaban.

Sang Nenek bercerita kalau kakeknya sudah jadi yatim sejak muda, saat baru kuliah. Melihat banyak adiknya masih sekolah, beliau memutuskan keluar dari kampus dan bekerja. Tanggungjawab diemban tanpa banyak cakap, mempertanyakan dalil atau semacamnya. Ia anak sulung, lelaki pula, wajib menjaga kehormatan keluarga.

Ibunda dan adik-adik terbantu, sampai mereka mandiri. Saat akhirnya menikah, ia masih membantu orangtuanya. Adiknya yang kekurangan tetap disokong. Bahkan adik ipar yang kena PHK pun tak luput dari bantuannya. Sandwich generation? Ia tak tau

Kaya-rayakah lelaki itu sampai bisa membantu? Tidak! Ia bahkan beberapa kali menjual barang berharganya hanya untuk membantu adik sepupu atau ipar yang membutuhkan. Kadang kebutuhannya bukan sekadar untuk makan, tapi biaya kuliah. Tak ada dendam dalam diri lelaki itu, padahal ia sendiri tak kantongi ijazah perguruan tinggi.

Tak hanya kerabat, teman dan anak buah pun berulangkali merasakan kemurahan hatinya. Sedekah menenangkan, begitu prinsipnya.

Kini usianya sudah senja. Tubuhnya lemah karena penyakit datang silih-berganti. Tapi rezeki pun demikian, Allah gilir bergantian. Sebagian besar dari kerabat dan sahabat yang pernah dibantunya.


Laki-laki itu, Ayah saya.

Masya Allah Tabarakallah ...

Beliau mengajarkan pada anak-anak saya terutama bujang, bahwa lelaki memiliki kelebihan dari perempuan terutama dalam perkara nafkah. Wajib atasnya penuhi kebutuhan anak, isteri, ibu, adik perempuan tanpa perlu ribut mana lebih berhak? Ikuti Al Qur'an dan timbang dengan nurani.

Adakalanya kondisi materi kita pun terbatas, maka sedekahlah dengan perhatian atau doa. 

Ah sungguh ini menyadarkan, bahwa puluhan tahun Ayah saya ternyata sedang mengikuti 'Asuransi Allah'.


Salam hangat,

Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap...

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu...

Ngobrol bareng Maba Psikologi Gunadarma

Berasa muda belia lagi gak sih ketemu para maba kinyis-kinyis begini? Hahaha, syukur keburu sadar, kalo saya mungkin banget seumuran mama-mama mereka. Ini smua dimulai dari wa Mba Prihatiningsih Mb 1-2 pekan yang lalu. Katanya puteri beliau sama teman-temannya dapet tugas kuliah, nyari narsum untuk diwawancarai. Syaratnya, lulusan Psikologi yang sekarang berkecimpung di bidang tersebut. "Mba Pritha, berkenan ya jadi narsum dan berbagi pengalaman sama mereka?" Hmm, bukan perkara berkenan atau nggak, tapi layak gak sih? Itu poinnya. Iya saya Certified untuk parenting khususnya ranah Pendidikan Aqil Baligh, Remagogi dan Fitrah Based Life-Education. Pernah nulis satu buku parenting, beberapa kali juga diminta jadi pembicara seputar topik tersebut. Cuma maksudnya kan masih banyak gitu lho mereka yang memang Psikolog, HRD dan profesi lainnya yang Psikologi banget plus pastinya magister. Tapi karena dibilang untuk sekadar cerita kenapa dulu ambil Psikologi, impact-nya un...