Skip to main content

Kisah Kurir yang Ingin Jadi Pemeran Utama

 

Izinkan saya bercerita tentang seorang teman baik yang sering banget jadi kurir kebaikan bagi orang-orang di sekitarnya. Seorang perempuan jelang usia emas, yang nggak tegaan sama kesusahan orang lain, padahal kondisinya terkadang juga nggak lebih baik dari orang yang datang meminta tolong padanya.

Jika ada single parent yang bercerita padanya mengenai tunggakan SPP anak sehingga si anak terancam tak bisa ikut ujian, dia post di medsosnya, "Peluang amal nih, ada anaknya teman single parent. Prestasinya bagus (sambil post foto raport), tapi gak bisa ujian karena nunggak SPP sekian bulan."

Nggak lama, muncul status lanjutan dengan caption, "Alhamdulillah SPP anak tadi lunas, terimakasih orang baik."

Waktu berselang, dia posting lagi, "Bantu yuk, ada ummahat yang kena PHP. Sudah bikin kue sekian pcs, tapi pemesan meng-cancel. Padahal modalnya pas-pasan. Dia butuh untuk ibunya berobat."

Cuma berselang sekian menit, sold out lah puluhan pcs kue itu. Dengan bahagia, kembali ia memposting, "Alhamdulillah kue abis. Jazakumullah khayr ya teman-teman."

Besok lusanya, postingan semacam itu senantiasa menghiasi wall-nya. Diceritakan pula ke saya, permintaan bantuan sebetulnya jauh lebih banyak. Tapi tak selalu ia posting.

"Gak jarang lho Teh, yang bilang udah gak punya beras trus listrik udah bunyi. Kalo saya lagi punya, saya transfer lah seadanya. Kalau nggak, saya suruh aja ke rumah. Ada nih beras barang beberapa kilo mah."

Masya Allah...

Padahal di balik itu, adakalanya kondisinya nggak lebih baik dari orang yang curhat. Beberapa waktu yang lalu ada single parent yang bingung tentang kelanjutan sekolah anaknya yang sudah jelang kuliah. Anaknya cerdas, hafal Qur'an. Temen saya mikir, siapa orang baik yang punya kelebihan harta bersedia membiayai kuliah?

Allah Maha kaya. Entah dari jalur mana, nggak lama dari situ ada sepasang suami isteri yang menghubunginya, menyampaikan niat ingin punya anak asuh dengan kriteria hafal Qur'an. Info mengenai anak yatim tadi pun ia sampaikan. Hasilnya, gayung bersambut, pasangan tersebut menyanggupi membiayai kuliahnya sampai lulus di luar negeri, kampus yang sama dengan putera teman saya.

"Hidup tuh kadang lucu ya, Teh. Saya sendiri jatuh-bangun buat biayain anak di sana. Kadang minta maaf belum bisa kirim dan minta pengertian anak buat prihatin. Tapi di sisi lain, Allah takdirkan saya nyampein rezeki kecukupan buat pendidikan anak orang lain. Alhamdulillah sih, liat orang yang tadinya gak ada harapan anaknya lanjut kuliah, eh jadi ada dengan perantara kita tuh, rasanya kaya kita sendiri yang ngasih." Begitu ia bercerita.

Allah, Rabb yang Maha menepati janji. 

"...Dan barangsiapa yang memberikan kemudahan (membantu) kepada orang yang kesusahan, niscaya Allah akan membantu memudahkan urusannya didunia dan di akhirat..." 

Demikian penggalan hadis riwayat Imam Muslim.

Sang kurir kebaikan itu, Allah balas dengan tawaran #umroh gratis dari seseorang. 

"Enggak pernah mimpi, doain saya ya Teh. Mudah-mudahan jadi, pas waktunya sehat gak ada hambatan apa-apa." Begitu pintanya via telepon kemarin.

Masya Allah tabarakallah.

Andai saya nggak tau kaya apa kebaikannya selama ini, mungkin akan mudah nyeletuk, "Beruntung banget!"

Tapi saya yakin, itu bukan perkara keberuntungan, melainkan balasan terbaik dari Allah.

Tau apa rencana doa yang akan ia dipanjatkan di sana?

"Selama ini kan saya seringnya jadi perantara kebaikan orang ya. Nah di Mekah ntar saya mo minta naik derajat jadi 'pemeran utama', Teh. Bukan cuma nyampein dari orang lain, tapi saya yang byar byur ngasih banyak gak pake mikir. Doa gitu boleh kan ya?"

"Boleh, dong!"

Iri nggak sih sama orang kaya gini? Hobinya bantu orang lain, meski dirinya gak berlebih. Karena melihat orang lain bahagia, sudah mendatangkan kebahagiaan tersendiri baginya.


Salam hangat, 

Pritha Khalida 🌷


📸 Jika ada pemeran utama kebaikan yang mau kasih hadiah umroh buat sahabat atau kerabatnya, boleh infokan ke saya ya. Saya bakal senang banget jadi kurir kebaikannya 😊

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu