Skip to main content

Perlukah Hijab Sejak Dini?


 Saat belum punya anak perempuan, saya pernah datang ke satu kajian. Begitu banyak saya jumpai ibu-ibu dengan anak perempuannya yang berhijab cantik. 

Ada satu anak yang duduk di dekat saya, nggak pakai hijab. Usianya mungkin sekitar 6 tahun. Ibunya tampak rikuh. Terdengar beberapa kali, pelan, ia meminta anaknya agar mengenakan hijabnya. Tapi sang anak menggeleng. Sepertinya ia kegerahan atau ya merasa lebih nyaman begitu saja, tanpa #hijab. Anak itu asyik memainkan mainannya.

Saya nggak terlalu memerhatikan ibu itu, sampai akhirnya terdengar, "Kalau kamu gak mau pakai kerudung, nanti Allah marah."

Eh, gimana?

Pengen banget bilang, kalau anaknya belum terkena beban syariat. Tapi ntar malah dikira ikut campur. Lagian saya juga belum punya anak perempuan, jadi belum pengalaman. Boleh jadi ibu itu pun sebetulnya nggak ingin memaksakan, tapi malu sama lingkungan.

Kejadian itu cukup membekas dalam memori. Bikin saya bertekad, nanti kalau Allah takdirkan punya anak perempuan, nggak akan menggegasnya berhijab.

Dari Amr Bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: "Rasulullah SAW bersabda: "Perintahkan anak-anakmu melaksanakan sholat sedang mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena tinggal sholat sedang mereka berusia 10 tahun dan pisahkan antara mereka di tempat tidurnya."

Karena pada usia inilah anak sudah mampu menerima perintah yang disebut dengan istilah #mumayyiz. Dari situ kita bisa menarik kesimpulan, maka sama dengan perkara hijab. Ajarkan tak perlu sedini mungkin. Yang perlu itu mengajarkan kebaikan Allah.

"Nak, Allah meminta perempuan berhijab supaya auratnya gak dilihat laki-laki non mahrom. Supaya terjaga kesuciannya. Allah sayang sama muslimah berhijab. Akan ditambah rezekinya, dicerdaskan akalnya, dikuatkan imannya."

Jauh lebih baik daripada bilang, "Nanti Allah marah."

Karena akan membuat kesan di benak anak kalau Allah tuh pemarah.

Kalau belum mau ya gak papa, berproses, terus tunjukkan hal baik tentang Allah dan nikmat berhijab. Jangan sampai nurut karena takut atau terpaksa, eh nanti udah gede malah dilepas karena nggak tau esensi berhijab, naudzubillahimindzalik.

Semangat dan sabar ya, Buibu!


Salam hangat,

Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap...

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu...

Ngobrol bareng Maba Psikologi Gunadarma

Berasa muda belia lagi gak sih ketemu para maba kinyis-kinyis begini? Hahaha, syukur keburu sadar, kalo saya mungkin banget seumuran mama-mama mereka. Ini smua dimulai dari wa Mba Prihatiningsih Mb 1-2 pekan yang lalu. Katanya puteri beliau sama teman-temannya dapet tugas kuliah, nyari narsum untuk diwawancarai. Syaratnya, lulusan Psikologi yang sekarang berkecimpung di bidang tersebut. "Mba Pritha, berkenan ya jadi narsum dan berbagi pengalaman sama mereka?" Hmm, bukan perkara berkenan atau nggak, tapi layak gak sih? Itu poinnya. Iya saya Certified untuk parenting khususnya ranah Pendidikan Aqil Baligh, Remagogi dan Fitrah Based Life-Education. Pernah nulis satu buku parenting, beberapa kali juga diminta jadi pembicara seputar topik tersebut. Cuma maksudnya kan masih banyak gitu lho mereka yang memang Psikolog, HRD dan profesi lainnya yang Psikologi banget plus pastinya magister. Tapi karena dibilang untuk sekadar cerita kenapa dulu ambil Psikologi, impact-nya un...