Skip to main content

ReviewBuku 'Menggali Kekuatan Bercerita'

#ReviewBuku 'Menggali Kekuatan Bercerita'

Penulis Prof. Euis Sunarti


Pernah kepikiran enggak, kalau kita--sadar ataupun tidak, seringkali terpengaruh oleh sebuah #cerita, terutama jika hal tersebut relate dengan kehidupan, topik yang digemari atau menguras emosi?

Misalnya, saat mendengar cerita tentang orang yang sukses melalui perjuangan panjang. Kalau kata anak sekarang #suksesjalurperintis bukan pewaris. Orang-orang yang menempuh perjuangan serupa dalam menjalani hidupnya, akan merasa kalau pencapaian sang tokoh boleh jadi merupakan puncak yang akan digapainya kelak jika ia konsisten dalam berusaha.

Atau terkait berita populer, deh. Saat mendengar cerita seorang perempuan yang dikhianati oleh suaminya, maka akan berbondong-bondong perempuan menjadi pembela nomor wahid bagi si tokoh. Yang pertama dan utama tentu saja karena relate, merasa senasib sepenanggungan sesama perempuan. 

Berdasarkan pemikiran inilah, Prof Euis menulis buku #MenggaliKekuatanBercerita. Sebagai guru besar di bidang Ketahanan Keluarga, beliau mengaitkan pengalaman masa kecilnya yang banyak terpengaruh oleh cerita bernarasi bagus menjadi metode untuk membangun karakter pada anak sejak dini.

Ada beberapa kisah ternama yang diceritakan ulang dalam buku ini, mulai dari #TottoChan sampai #MarieCurie. Semuanya dikisahkan ulang dengan menonjolkan unsur kekuatan karakternya.

Buku ini bisa dijadikan interaksi antara orangtua dengan putera/i nya yang berusia (menurut saya sih) TK sampai SMP, karena ada tabel serta kolom yang bisa diisi oleh anak setelah diperdengarkan satu cerita.

Anak akan diajak berdiskusi mengenai apa sih karakter baik tokoh? Mengapa tokoh disebut demikian? Bagaimana agar kita bisa meniru tokoh? Dan lainnya.

Nggak perlu diceritakan sama persis. Untuk anak usia dini, kita bisa menyederhanakan kalimat serta pertanyaannya. Sementara untuk anak yang sudah lebih besar, bisa dijadikan bahan diskusi dengan menyertakan contoh kasus yang lagi viral.

Dilengkapi dengan nama-nama karakter serta maknanya, buku setebal 170 halaman ini bagus menurut saya. Cocok banget terutama untuk para pengajar dan orangtua yang menerapkan #homeeducation untuk putera-puterinya.


Salam hangat,

Pritha Khalida 🌷

 

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu