Skip to main content

Ana Khoiru Minhu, Aku Lebih Baik Darimu


"Udah capek-capek didik anak jadi shalih, baik, manis, sehat mental, rajin dll.

Di pondok/sekolah, kita kan gak tau mereka bakal ketemu sama anak yang kaya apa. Ada pre-man, anak yang diabaikan, anak trauma, anak penuh den-dam dll.

Bergaul sama mereka, ntar ketularan deh!

Saya pernah berada dalam fase menyetujui kalimat di atas. Tapi sejak sering ikut kajian, terutama topik #aqilbaligh dan #fitrah , pemikiran itu berubah.

Anak yang dididik sesuai fitrah hingga pencapaian aqil bersamaan dengan baligh-nya, insya Allah dalam dirinya sudah terpancang iman yang kokoh.

Pernah liat bebek? Dia kalau habis berenang berjam-jam sekalipun, begitu naik ke daratan, bulunya akan cepat kering. Ini karena ada lapisan minyak yang akan dengan cepat meluruhkan air. Beda sama kucing, kecebur beberapa detik aja, butuh waktu cukup lama untuk mengeringkan bulunya.

Artinya, anak yang dibekali #iman dengan mumpuni sejak dini dan cawan kasih-sayang keluarganya cukup, akan memiliki mental yang relatif stabil. Gak gampang kena pengaruh buruk lingkungan.

Begitu pula sebaliknya.

Tapi tunggu, jangan dulu jemawa!

Manusiawi jika iman itu naik-turun. Manusia bukan malaikat yang dicipta tanpa hawa naf-su. Jangan lengah.

Bukankah Allah selalu memberikan ujian untuk meningkatkan derajat kemuliaan hamba-Nya? Untuk menyadarkan kalau kita makhluk yang lemah.

Boleh jadi anak yang imannya kuat, mentalnya sehat dan punya seabreg catatan baik itu, mengalami kejadian yang di luar nalarnya. Ia tak sanggup bertahan, maka berubah haluan lah.

Sebaliknya, anak yang be-jat, pre-man, penuh ama-rah, den-dam, inner child, ya sebutkanlah segala kemungkinan negatif yang bisa dimiliki oleh seorang anak.

Jika Allah berkehendak, hidayah turun padanya. Maka kun fayakun, bukan tak mungkin ia bisa jadi bagaikan Umar bin Khattab atau Khalid bin Walid. Berubah 180° dari mu-suh Islam menjadi pembela nomor wahid. Akhir hidupnya sungguh baik. Umar dimakamkan di samping Rasulullah. Sementara Khalid diberi gelar 'Pedang Allah'.

Untuk saya pribadi, ini menjadi pengingat, agar jangan dengan mudah labelling terhadap anak sendiri maupun anak orang. Apalagi kalau diselipin jemawa, "Anakku lebih baik dari anakmu."

Penyakit 'Ana khoiru minhu' ini yang bikin ib-lis terusir dari surga. 

Naudzubillahimindzalik, jangan sampai begini.


Salam hangat,

Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap...

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu...

Ngobrol bareng Maba Psikologi Gunadarma

Berasa muda belia lagi gak sih ketemu para maba kinyis-kinyis begini? Hahaha, syukur keburu sadar, kalo saya mungkin banget seumuran mama-mama mereka. Ini smua dimulai dari wa Mba Prihatiningsih Mb 1-2 pekan yang lalu. Katanya puteri beliau sama teman-temannya dapet tugas kuliah, nyari narsum untuk diwawancarai. Syaratnya, lulusan Psikologi yang sekarang berkecimpung di bidang tersebut. "Mba Pritha, berkenan ya jadi narsum dan berbagi pengalaman sama mereka?" Hmm, bukan perkara berkenan atau nggak, tapi layak gak sih? Itu poinnya. Iya saya Certified untuk parenting khususnya ranah Pendidikan Aqil Baligh, Remagogi dan Fitrah Based Life-Education. Pernah nulis satu buku parenting, beberapa kali juga diminta jadi pembicara seputar topik tersebut. Cuma maksudnya kan masih banyak gitu lho mereka yang memang Psikolog, HRD dan profesi lainnya yang Psikologi banget plus pastinya magister. Tapi karena dibilang untuk sekadar cerita kenapa dulu ambil Psikologi, impact-nya un...