Skip to main content

Mendidik Keimanan adalah Tugas Ayah


Beberapa waktu lalu, saya sudah menuntaskan baca buku #KeluargaPeradaban karya Ustadz Adriano Rusfi Psikolog, atau yang biasa dipanggil Ustadz Aad.

Ada beberapa poin yang saya garisbawahi karena merasa ilmu ini baru saya dengar, salah satunya yaitu tentang #PendidikanIman yang merupakan kewajiban Ayah, bukan Ibu.

Kenapa?

Yang utama adalah karena Ayah yang Allah syariatkan untuk secara simbolik membisikkan kalimat-kalimat keimanan di telinga anaknya saat baru lahir, yaitu azan dan iqamah. Keduanya merupakan kalimat keimanan, bukan? Dimana kalimat syariatnya ada dua, yaitu 'Hayya Alash shalah' dan 'Hayya Alal Falah'.

Kedua, karena keimanan gak bisa diajarkan oleh Ibu yang punya kecenderungan verbal cerewet. Keimanan itu harus diajarkan dengan sabar dan perlahan. Sehingga tertanam tahap demi tahap dan tertancap sedikit demi sedikit.

Ketiga, Iman itu bernuansa #heroik dan #dikotomis baik-buruk, benar-salah, sesuatu yang maskulin banget. Berbeda dengan akhlak yang mengajarkan kebijaksanaan, keluwesan, empati yang relatif feminin.

Bukankah dari 17 dialog yang digambarkan dalam Al Qur'an, 14 nya didominasi oleh obrolan antara Ayah-anak? Termasuk salah satu yang masyhur ada dalam surah Luqman ayat 13,

"Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, 'Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar."

Pernah dalam satu kajian online, seorang Ibu bertanya, "Tapi suami saya jauh kerjanya, jarang di rumah. Mau gak mau saya yang ngajarin. Itu gimana ya?"

Sudah ada contoh jauh sebelum LDR dikenal di masa kini, yaitu keluarga Nabi #Ibrahim 'alaihissalam. Beliau meninggalkan isterinya di sebuah padang tandus tanpa ada kejelasan kapan akan kembali. Gak juga kasih maps, kemana lokasi perginya. Yah boro-boro video call-an. Tapi sebelumnya beliau kokohkan dulu keimanan sang isteri, termasuk menjelaskan bahwa ini adalah perintah Allah.

Mahabbatullah atau cinta hamba yang demikian besar pada Rabb-nya membuat Bunda Hajar ridha akan ketetapan itu.

Gimana caranya kok bisa Bunda Hajar gak sambat, ditinggalin di padang tandus tanpa persediaan makanan, minuman, deposito dan passive income? Ya karena suaminya udah duluan mendidik keimanan yang kokoh pada beliau. Sehingga bergulirnya waktu, beliau hamil, melahirkan Ismail 'alaihissalam dan mengawal tumbuh kembangnya, itu selalu melibatkan Allah dan suaminya. 

Jadi buat bapak-bapak jaman now yang suka heran kenapa isterinya suka sambat, anaknya bandel keras kepala atau lembek kaya stroberi, coba tanya ke dalam hati, "Sudah sejauh mana pendidikan keimanan dari diri ini untuk mereka?" 

Gak usah langsung dijawab, diperam saja dulu dalam hati lalu peluk keluarga Anda, Pak.

Kalau merasa butuh bantuan memulai dari mana, bisa ikutan kelas satu ini ya. Sila mendaftar bersama dengan pasangan. Agar lebih romantis kelak merumuskan visi misi pendidikan anak berdua. 


Salam hangat, 

Pritha Khalida 🌷

Daftar ☎️ wa.me/628179279177

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu