Skip to main content

Hari ini dan yang Akan Datang

Kemarin dalam perjalanan pulang dari Bandung, si nomor dua tiba-tiba bilang, "Boleh nggak kalau Bilal nanti SMP biasa aja gak jadi mondok?" 

Topik ini sebetulnya sudah pernah dia sampaikan sebelumnya, saat sedang semangat-semangatnya ingin jadi pemain sepak bola. Tapi selama ini belum dapat jawaban dari Ayahnya.

Dan kemarin terjadilah ...

Ayahnya yang berharap punya setidaknya satu anak yang mendalami Al Qur'an, tampak keberatan dengan hal tersebut. Beliau mencoba memberikan pemahaman pada si nomor dua tentang hal ini. Bahwa perjalanan dia sudah sejauh ini bercengkrama dengan Al Qur'an saat ini. Sayang rasanya kalau harus ke SMP biasa.

Gak melarang secara langsung, tapi sang Ayah menggambarkan hal-hal baik jika melanjutkan ke pondok. Bla bla bla ... Pokoknya smooth deh gak yang maksa 'harus' gitu. Tapi di telinga si nomor dua tetap saja terdengar sebagai penolakan.

Nangis lah dia.

Saya menatap suami ngasih tanda tertentu. Dia menatap balik kasih tanda juga. Kalau diterjemahkan kira-kira gini,

"Udah sih iya-in aja dulu, masih lama ini, baru kelas empat."

Suami be lyke, "Ntar keterusan lagi."

"Ya gimana jalan takdir-Nya aja. Kita bisa ikhtiarkan semaksimal mungkin. Tapi ya tetap aja keputusan di Allah."

"Tapi ..."

Klasik, tapi isteri seringkali memenangkan perdebatan dan hati anak. Bukan demikian?

"Bil, silakan bercita-cita apa aja dari sekarang. Mau sekolah di sekolah biasa, boleh. Mau main bola, boleh. Mau di sekolah biasa, main bola sambil tetap memperdalam Al Qur'an, bagus banget. Nggak usah terlalu dipusingkan. Masih ada dua tahun lagi. Belajar aja yang serius sambil terus meluruskan niat karena Allah. Udah ntar dituntun sama Allah jalannya. Kamu tinggal menjalani aja dengan bahagia."

Tangisnya berhenti, matanya berbinar, "Makasih Bunda!"

Gak lama dia terlelap.

Suami menatap saya. Saya gak balas tatap, nyengir aja.

Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim)

Jangan terlalu memusingkan masa depan. Jalani saja dulu hari ini dengan sebaik-baikmya. Maka segala kebaikan pelan-pelan akan membentuk jalinan dengan sendirinya.


Salam hangat,

Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap...

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu...

Ngobrol bareng Maba Psikologi Gunadarma

Berasa muda belia lagi gak sih ketemu para maba kinyis-kinyis begini? Hahaha, syukur keburu sadar, kalo saya mungkin banget seumuran mama-mama mereka. Ini smua dimulai dari wa Mba Prihatiningsih Mb 1-2 pekan yang lalu. Katanya puteri beliau sama teman-temannya dapet tugas kuliah, nyari narsum untuk diwawancarai. Syaratnya, lulusan Psikologi yang sekarang berkecimpung di bidang tersebut. "Mba Pritha, berkenan ya jadi narsum dan berbagi pengalaman sama mereka?" Hmm, bukan perkara berkenan atau nggak, tapi layak gak sih? Itu poinnya. Iya saya Certified untuk parenting khususnya ranah Pendidikan Aqil Baligh, Remagogi dan Fitrah Based Life-Education. Pernah nulis satu buku parenting, beberapa kali juga diminta jadi pembicara seputar topik tersebut. Cuma maksudnya kan masih banyak gitu lho mereka yang memang Psikolog, HRD dan profesi lainnya yang Psikologi banget plus pastinya magister. Tapi karena dibilang untuk sekadar cerita kenapa dulu ambil Psikologi, impact-nya un...