Beberapa hari kembali ke medsos pasca sakit, saya baca tulisan yang menyalahkan teori sekian ribu kata pada kaum perempuan. Katanya teori itu nggak berdasar. Katanya juga sudah direvisi. Intinya, nggak bener bahwa perempuan itu punya stok sekian ribu kata yang harus dikeluarkan setiap harinya.
Lantas banyak pihak sepakat. Banyakan mudharatnya kalau ngikut teori itu. Ntar keluarnya ngomel, merepet, ghibah dan semacamnya. Perempuan harusnya jaga ucapan.
Disclaimer, tulisan ini bukan untuk mendebat.
Bu, Teteh, Ukhty, Dik ...
Jika kita terlahir sebagai perempuan introvert yang gak butuh banyak bicara atau bahkan menganggap bicara itu sulit, atuh jangan menghakimi yang suka bicara itu banyakan mudharatnya. Sebaliknya yang memang suka bicara, nggak perlu mendadak insecure dan diam.
Kembalikan saja semua sesuai porsinya.
Kita wajib menjaga lisan, karena satu kata pun kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Sepakat, no debat.
Tapi sebagai perempuan, terutama penyandang status isteri dan ibu, saya rasa idealnya kita suka bicara.
Apa jadinya isteri yang nggak pandai merangkai kalimat motivasi, saat dihadapkan dengan suami yang bersedih karena rumitnya pekerjaan di kantor atau kondisi usaha yang lesu?
Bagaimana tumbuh kembang anak-anak di tangan ibu yang enggan membacakan dongeng, mengajar mengaji, memotivasi sholat atau bahkan sekadar memberi wejangan saat dibutuhkan?
Tak mengapa banyak bicara, asal dijaga hanya mengeluarkan yang baik dan bermanfaat.
Nggak suka bicara secara verbal? Boleh kok lewat tulisan. Bukankah sebuah artikel atau buku bisa menjadi alat kebaikan untuk orang banyak?
Artikel keterampilan, bisa bikin orang termotivasi bebikinan, yang boleh jadi berpotensi dijual dan menambah penghasilan.
Novel bertema pengembangan diri, bisa banget jadi cara menasehati orang yang nggak suka dikritik/dinasehati secara langsung.
Tulisan seputar self-help atau how-to, bisa bikin sebagian orang menemukan 'Aha Moment'-nya.
Di level tertinggi, bicaranya kaum perempuan bisa menjelma dalam tilawah dan doa yang panjang, sebagai caranya berkomunikasi dengan Rabb-nya. Memohonkan kebaikan untuk diri, keluarga dan seluruh umat.
Manusia, khususnya kita perempuan, mungkin relatif tak memiliki langkah sepanjang laki-laki dalam menjelajah bumi Allah. Tapi melalui kata-kata, kita bahkan bisa melampaui langkah-langkah besar.
Maka tak perlu repot menghitung berapa ribu kata atau menyalahkan teori tersebut. Bicara saja hal yang benar, baik dan bermanfaat. Bicaralah jika itu bisa mengurai emosi di jiwa. Yang penting, diatur caranya.
Bayangkan jika bicaranya kita kaum perempuan, bisa membuat dunia menjadi lebih baik.
Jika tidak mampu, diam lebih baik. Tapi ingat, jangan diam tapi memendam jengkel lalu mangkel di kemudian hari.
Salam hangat,
Pritha Khalida🌷
Comments
Post a Comment