Skip to main content

The Power of Allah

Dulu saya percaya The Power of Dreams. Saat kita sungguh-sungguh menginginkan sesuatu dan berusaha keras menggapainya dengan upaya dan doa, maka hanya soal waktu, impian itu akan kita dapatkan.

Sekarang mindset saya berubah.

The Power of Allah.

Karena sebesar apapun sebuah impian, meski diiringi dengan upaya dan doa yang tak pernah putus, jika Allah belum menaruh ridha atasnya, maka itu akan tetap berupa impian.

Sederhana, 'cuma' perkara Ridha.

Tapi ternyata sedahsyat itu pengaruhnya.

Perumpamaannya kaya gini, ada salah satu anak saya yang 'punya' amandel. Belum perlu dioperasi, tapi harus dijaga asupan makanannya. Maka terhadap anak yang satu ini, saya lebih bawel perkara jajannya. Saat ia ingin jajanan yang dalam catatan dokter bisa memicu amandelnya meradang, maka sekuat tenaga akan saya cegah. Ganti dengan yang lain. Meski sekuat tenaga pula ia merengek. Sekali enggak ya enggak. 

Demi apa? Tentu saja kesehatannya.

Ya adakalnya dia bandel, jajan sendiri gak mengindahkan nasehat saya. Biasanya yang terjadi adalah, dia bisa batuk hebat berhari-hari. Di situ saya cuma nanya, "Jajan apa yang nggak bilang ke Bunda?"

Lalu dengan tatapan ketakutan (plus sedikit menyesal), dia mengakuinya.

Dan saya sebagaimana emak-emak Indonesia pada umumnya akan bilang, "Bunda bilang juga apaa!"

Nah serupa itu ridha Allah.

Saat Allah nggak mau mewujudkan impian kita karena di mata-Nya itu gak baik buat kita, maka Allah gak akan wujudkan. Gak ada tuh yang namanya 'Semesta bekerja memeluk mimpi-mimpi itu'.

Semesta your head! Bahkan semesta bertasbih memuji keagungan-Nya. Mereka tunduk patuh terhadap perintah Rabb-nya. Gak ada cerita matahari jenuh berada di garis orbitnya trus pindah ke sebelah bumi. Atau bulan, kala ia bertengkar dengan bumi, memilih mendampingi (jadi satelit) Uranus.

Jadi kalau besok lusa saya berdoa, "Ya Allah hamba pengen cantik dan langsing kaya Asmirandah dong." 

Lalu saya diet mati-matian, perawatan wajah gi-la2an. Gak bakalan tampilan saya kaya Asmirandah, meski operasi plastik sekalipun. Ya tetep jadi Pritha Khalida. Bedanya, mungkin lebih kurus. Mungkin lho!

Karena apa? Allah tau, kalau saya bisa mencapai kebaikan optimal dengan cukup jadi diri sendiri tanpa perlu menyamai yang lain.

Tentu saja ini gak bisa jadi pembenaran kemalasan, "Ya udah gue gak usah ngapa-ngapain, daripada capek-capek tapi Allah gak ridha?"

Ya gak gitu konsepnya, Alexander!

Manusia tetap harus berupaya keras memperbaiki nasibnya, karena Allah gak akan mengubah keadaan suatu kaum kalo dia sendiri gak memiliki upaya atasnya.

Ini perkara ACC, Bro!

Kalo kita udah berupaya, Allah gakan menyia-nyiakan itu. Andai impian kita gak terwujud sesuai board-plan, maka Allah akan menggantikan dengan yang jauh lebih baik menurut-Nya. Coba, siapa yang lebih tau perkara sesuatu dibandingkan Allah? Gak ada!

Seperti pagi ini, saya bisa mengecup kening Papap dan membetulkan letak selimutnya, ini juga karena kuasa Allah semata.

Bismillah memulai sesuatu yang baru di kampung halaman. Semoga Allah senantiasa jaga agar lurus niatnya.


Salam hangat,

Pritha Khalida 🌷

 

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu