Skip to main content

Resesi

 

Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek.

Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI. 

Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun.

Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri.

"Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya.

"Belum, baru mau pesan."

"Sama saya aja ya, Ummi?"

"Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?"

"Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya."

Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bukti, kalo kenapa-kenapa gak aman!

Udah mau nolak, tapi begitu dia bilang, "Bismillah Jumat berkah, dari pagi sepi banget."

Pertahanan luluh. Kasian. Iya emang selemah itu saya kalo urusan perut orang lain.

Liat aplikasi, tujuan saya Jl. Juanda Depok, sekitar 20rban, baik yang ekonomis maupun reguler. Abangnya ambil tarif reguler. Ok deal!

Di tengah jalan dia izin isi bensin dulu. Saya iyain aja, meski ketar-ketir, nyampe gak ya? Lima menit lagi jam 2. Mana SPBU penuh pula. Tapi bismillah deh, lagi ikhtiar memudahkan urusan orang. Semoga Allah juga mudahkan urusan saya.

Dasar saya kepo ya, nanya lah, "Bang, kok gak mau pakai aplikasi? Lagi kena suspend kah?"

"Alhamdulillah nggak, Ummi."

Lah iya, si Abang ini manggilnya Ummi bukan Ibu, mungkin panggilan khas dia ke tiap ibu-ibu berhijab.

"Cuma kalau weekend itu tarif ojol gak normal, murah banget, Mi. Padahal potongan sih tetap besar. Cuma nutup bensin aja. Saya lagi butuh cash buat nutup kontrakan, udah dua bulan belum bayar."

Duuh ya Allah 😢

Otak emak-emak saya auto mengkalkulasi, kontrakan, dapur, listrik, sekolah anak dll. Berapa? Biaya lain apa yang dia korbankan?

Meski di sisi lain otak saya tetap waspada. Liat jalanan, dia on the right track menuju Juanda gak. Alhamdulillah so far so good.

Sampai akhirnya, "Kayanya ini kompleks rukonya deh. Saya turun duluan, nanya. Ummi tunggu di sini ya."

Gak berapa lama, "Betul, di belokan situ kantornya, dekat kantor Ojol Ijo Depok. Hayuk saya anter, Mi."

"Eh gak usah, Bang."

"Kalau salah, Ummi bisa naik lagi. Saya bantu cariin alamatnya."

Lah bener juga sih. Ya udah lah.

Jalan beberapa puluh meter, "Nah itu dia!"

Terpampang plang nama notaris yang saya tuju. Saya langsung ambil uang dan bayar tarif ojol. Abangnya bilang makasih berkali-kali pake doain biar saya banyak rezeki.

"Ummi lama? Mau saya tunggu atau jemput lagi?"

"Gak usah, soalnya gak tau sampai jam berapa."

Dengan sopan dia pamit.

Well, iya kesulitan akibat resesi di negeri ini memang nggak lagi bercanda. Ada banyaak banget orang yang berusaha survive. Bukan cuma menahan lapar, tapi juga menahan malu belum bayar sewa rumah, SPP anak, utang dan tagihan-tagihan lainnya. 

Bukan karena mau nahan hak orang, tapi ya karena betul-betul gak ada. Mau bayar pakai apa?

Bukan pula perkara kurang ikhtiar, faktanya peluang memang kecil.

Di sini nih saya mendadak kesel lagi sama para koru-ptor. Negeri ini sungguh kaya gemah ripah loh jinawi. Tapi semuanya dikeruk untuk keuntungan pribadi segelintir orang. Mereka para tikus berdasi mengambil untung melimpah atas kecurangan demikian masif ini. Lucunya, udahlah nyo-long, eh sok-sokan flexing di medsos. Hih!

Naudzubillahimindzalik. Kelak smua kerakusan itu akan kalian bayar. Harus kalian pertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Comments

Popular posts from this blog

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?