Skip to main content

Sharing Parenting : Jangan Jadi Ibu Biasa


Jangan Jadi Ibu Biasa 

Kemarin saya diundang untuk sharing parenting sama salah satu majelis taklim di Cibinong, Bogor. Temanya diminta yang bisa menyemangati ibu-ibu untuk senantiasa semangat menuntut ilmu.

Bismillah, saya memulainya dengan bertanya apa motivasi ibu-ibu datang ke kajian pagi itu? Rata-rata mereka menjawab untuk belajar, nambah ilmu, tau tentang parenting dan semacamnya.

Yes ok, saya tambahkan untuk selalu meluruskan niat, smua karena Allah. Allah yang ngasih amanah keluarga, maka kita belajar supaya Allah tambahkan ilmu dan ridha.

Perbedaan Ibu Biasa VS Luar Biasa
Dalam aktivitas, ibu biasa dengan yang luar biasa sama-sama nyapu, masak, mencuci, antar jemput anak sekolah. Bedanya, ibu biasa akan mengerjakan itu semua secara otomatis kaya robot. Karena menganggap itu kewajiban, hal yang mau gak mau, suka gak suka, harus dilakukan. Tapi Ibu Luar Biasa, nggak gitu. Sama-sama bersenjatakan sapu, sutil, kompor, hanger baju, tapi selalu memulai semuanya dengan Bismillah. 

Mereka meyakini bahwa berkhidmat terhadap keluarga adalah bentuk bakti terbesar sebagai ibu. Menyadari bahwa setiap suap yang akan masuk ke mulut keluarganya akan memberi mereka energi untuk melanjutkan hidup, beribadah, bekerja, belajar. 

Menyadari bahwa setiap baju bersih yang tersedia akan membuat mereka tertutup auratnya dan suci untuk melangkah ke mihrab menunaikan shalat.

Di atas semuanya, bernilai PAHALA.
Percuma cape kalau nggak menyertakan Allah. Yang ada nanti ngeluh melulu, nyalahin takdir, insecure.

Dan smua itu butuh ilmu!
Maka jadikan menuntut ilmu sebagai salah satu prioritas. 

Sebagai orangtua khususnya Ibu, jika kita berilmu maka akan lebih mudah mendidik dan mengasuh anak-anak. Tau nih dari hulu ke hilir ilmu apa yg dibutuhkan, apa manfaatnya, apa hikmahnya.

Dengan ilmu kita gak gampang kemakan hoax. Apalagi sekarang di socmed sering ada tulisan atau video yang tampak baik tapi sejatinya menggerus Tauhid, misalnya tentang afirmasi diri, "Terimakasih diri sudah kuat."

Yg nguatin Allah, kenapa berterimakasih ke diri?

Pentingnya ilmu tersirat dalam Al Baqarah: 31 saat Allah mengajarkan berbagai hal pada Nabi Adam 'alaihissalam dan wahyu pertama yang diturunkan pada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, "Iqra (bacalah)!"

Sebagai muslimah, kita punya sejarah suri tauladan penuntut ilmu yang luar biasa. Di masa kenabian ada Sayyidatina Aisyah Radhiyallahu 'Anha. Beliau mendapatkan gelar Al-mukatsirin yang artinya orang yang paling banyak meriwayatkan hadits. Karena ilmunya yang tinggi dalam Al Qur'an, Hadis dan Fiqih. Sama sekali beliau nggak pernah berpikir, ngapain berilmu tinggi kalau udah nikah urusannya sumur, dapur, kasur?

Sejarah toga sebagai lambang selesainya pendidikan mahasiswa di universitas, diinisiasi oleh Fatimah Al Fihri, pendiri Universitas tertua di dunia (Al Qarawiyyin, Marokl).Terinspirasi dari Kabah., Fatimah berharap setinggi apapun ilmu yang didapat, sebagai muslim kita tetap berkiblat ke ka'bah. Menundukkan diri shalat menghadap kesana.

Dalam sejarah Indonesia, ada contoh para pahlawan muslimah berilmu, mulai dari Cut Nyak Dhien, Rasuna Said, Laksamana Malahayati yang mewakili Sultan Aceh berunding dengan Belanda, Siti Walidah pendiri Aisyiyah, Sultanah Safiatudin asal Aceh yang dengan ilmu politik yang dimilikinya membuat sistem pemerintahan. Dewi Sartika, pendiri Sakola Isteri, sekolah perempuan pertama di Indonesia.

Ilmu jika diajarkan, akan memberikan kita pahala jariyah yang nggak akan putus meski kelak sudah wafat. 

Terbaik mengajarkan ilmu pada anak-anak.  Mengingat anak-anak tumbuh di era digital di mana arus informasi begitu deras. Kadang sulit bedakan berita asli atau hoax. Sulit bedakan foto atau video asli dengan editan AI. Tapi jika mereka punya trust terhadap orangtua, maka mereka tak ragu mempertanyakan segala sesuatu pada kita, orangtuanya, lalu berdiskusi.

Sebagai penutup saya sampaikan seperti tertera dalam QS Al Ashr : 1-2 bahwa, "Demi waktu, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian."
Maka manfaatkan waktu untuk senantiasa menambah ilmu. Jangan lengah, tiba-tiba udah tua, tiba-tiba udah sakit-sakitan, tiba-tiba udah disholatin.

Semua saya sampaikan sekalian jadi pengingat diri.

Salam hangat,
Pritha Khalida🌷

Comments

Popular posts from this blog

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap...

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu...

Ngobrol bareng Maba Psikologi Gunadarma

Berasa muda belia lagi gak sih ketemu para maba kinyis-kinyis begini? Hahaha, syukur keburu sadar, kalo saya mungkin banget seumuran mama-mama mereka. Ini smua dimulai dari wa Mba Prihatiningsih Mb 1-2 pekan yang lalu. Katanya puteri beliau sama teman-temannya dapet tugas kuliah, nyari narsum untuk diwawancarai. Syaratnya, lulusan Psikologi yang sekarang berkecimpung di bidang tersebut. "Mba Pritha, berkenan ya jadi narsum dan berbagi pengalaman sama mereka?" Hmm, bukan perkara berkenan atau nggak, tapi layak gak sih? Itu poinnya. Iya saya Certified untuk parenting khususnya ranah Pendidikan Aqil Baligh, Remagogi dan Fitrah Based Life-Education. Pernah nulis satu buku parenting, beberapa kali juga diminta jadi pembicara seputar topik tersebut. Cuma maksudnya kan masih banyak gitu lho mereka yang memang Psikolog, HRD dan profesi lainnya yang Psikologi banget plus pastinya magister. Tapi karena dibilang untuk sekadar cerita kenapa dulu ambil Psikologi, impact-nya un...